jpnn.com, JAKARTA - Begawan ekonomi Rizal Ramli mengkritik keras kebijakan pemerintah demi memulihkan perekonomian nasional akibat terdampak pandemi Covid-19. Sebab, beberapa kebijakan pemerintah jutru membuat perekonomian menjadi tekor.
"Maunya itu meroket. Hasil sebaliknya tekor," kata Rizal dalam keterangan persnya, Rabu (26/5).
BACA JUGA: Gugatan Soal Ambang Batas Pencalonan Presiden Ditolak, Rizal Ramli Sebut Hakim MK Ketakutan
Eks Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Indonesia (Menko Ekuin) itu lantas menyinggung strategi pemulihan ekonomi pemerintah dalam bentuk pengampunan pajak atau tax amnesty.
Strategi itu, kata dia, pernah gagal dilakukan tetapi ingin diimplementasikan kembali. "Tax amnesty pertama malah membuat tax ratio makin merosot. Ada tax amnesty kedua malah konyol. Pertama saja gagal total," kata Rizal.
BACA JUGA: Gaya Kepemimpinan Rizal Ramli Dipuji Santri NU
Dia mengingatkan bahwa pemerintah pernah mengeklaim selama sembilan bulan pelaksanaan tax amnesty jilid I telah mengantongi data deklarasi harta senilai Rp4.884,2 triliun yang Rp1.036,7 triliun yang di antaranya berasal luar negeri.
Selain itu, otoritas berwenang mencatat adanya repatriasi aset senilai Rp146,7 triliun dan uang tebusan dari wajib pajak senilai Rp 114,5 triliun.
BACA JUGA: Rizal Ramli: Tidak Perlu Bandar atau Cukong
Namun faktanya, ungkap Rizal Ramli, dari sisi tingkat partisipasi, jumlah wajib pajak yang ikut program tax amnesty jilid I kurang dari sejuta atau tepatnya hanya 973.426.
Jumlah itu hanya 2,4 persen dari wajib pajak yang terdaftar pada tahun 2017 yakni pada angka 39,1 juta.
Sementara itu untuk uang tebusan, dengan realisasi Rp114,5 triliun ternyata masih di luar ekspektasi pemerintah yang sebelumnya berada pada angka Rp165 triliun.
Realisasi repatriasi juga sama, dari janji yang dalam pembahasan di DPR sebesar Rp1.000 triliun, otoritas pajak ternyata hanya bisa merealisasikan sebesar Rp146,7 triliun.
Menurut eks Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) itu, seharusnya fokus pemerintah memompa daya beli masyarakat kelas bawah demi memulihkan perekonomian. Caranya dengan menaikan upah ASN golongan rendah.
Rizal mengatakan, cara tersebut pernah ditempuh Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur demi menaikkan perekenomian nasional yang terpuruk minus tiga persen.Kala itu, dirinya yang berstatus sebagai Menko Ekuin membuat kebijakan menaikkan gaji aparatur sipil negara (ASN) golongan bawah hingga 125 persen.
Menurut Rizal, ASN golongan bawah kemudian membelanjakan kebutuhan pokok dengan kenaikan gaji itu.
"Dengn demikian daya beli masyarakat kembali bergairah. Faktanya pertumbuhan ekonomi jadi positif 4,5 persen, berarti ada kenaikan 7,5 persen sslama kurang dua tahun," kata dia.
Alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) itu meyakini kebijakan kenaikan gaji ASN golongan bawah relevan diterapkan pada masa pandemi Covid-19.
"Kenaikan gaji ASN sebagai strategi menggairahkan kembali daya beli masyarakat pada saat ini masih sangat relevan," tutur dia. (ast/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan