jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Rizal Ramli memperingatkan pemerintah agar berhati-hati dan waspada di tahun 2021 ini, menyusul masih adanya pandemi Covid-19.
Jika pemerintah tidak hati-hati, Indonesia bisa terjatuh dalam krisis melebihi tahun 1998.
BACA JUGA: Rizal Ramli: Pemerintah Janjikan Angin Surga, Mohon Maaf Tahun Ini Krisis Indonesia Lebih Serius
"Tahun ini ada krisis yang mungkin akan lebih gawat dari tahun 1998. Krisis 98 rakyat di luar Jawa masih senang karena kurs rupiah dari Rp2.500 anjlok tiba-tiba menjadi Rp15 ribu. Mereka bisa ekspor karet, kopi, kopra, untungnya lima sampai enam kali. Orang di luar Jawa kaya raya meski di Jawa susah," ujarnya di kanal YouTube Bravos Radio Indonesia.
Nah hari ini di Jawa tidak ada ekses kapasitas, di luar Jawa banyak juga masalah di komoditi-komoditi. Meski rupiah melemah susahnya sama saja.
BACA JUGA: MK Tolak Gugatan Rizal Ramli yang Mengaku Pernah Didukung jadi Capres
"Susahnya orang di Jawa dan luar Jawa sama. Sederhana saja, 70 persen mahasiswa Indonesia, Jawa dan luar Jawa, kagak mampu bayar uang kuliah. Ini saja pemerintah kagak becus beresin. Tentu ada faktor selain ekonomi, ada sosial dan politis." kata Rizal.
Peringatan Menteri Keuangan di era Presiden Gus Dur ini bukan isapan jempol semata.
BACA JUGA: Kritik Tajam Rizal Ramli Terkait Siasat Jokowi dalam Membayar Utang Luar Negeri
Rizal Ramli pernah mengingatkan hal serupa pada saat zaman Presiden Soeharto.
Namun sayang, apa yang disampaikan dirinya bersama timnya diabaikan, dibantah dan dipandang sebelah mata.
"Oktober 1996, kami mengeluarkan laporan setebal 150 halaman, bahwa ekonomi Indonesia pada 97 dan 98 akan mengalami krisis yang sangat besar, ada angka-angka dan simulasinya, tetapi dibantah analis di dalam dan luar negeri," ujar Rizal.
"Mereka mengatakan ekonomi baik-baik saja, bahwa 97-98 akan baik-baik saja. Pengusaha juga membantah, Menkeu, bank sentral dan kemudian apa yang kami ramalkan 2 tahun sebelumnya akhirnya terjadi. Nyaris sama," sambungnya.
Kemudian pada Oktober 1997 di pertemuan Seskogab di Bandung yang dihadiri sekitar 200 jenderal dan kolonel disampaikan oleh Rizal Ramli bahwa Pak Harto kemungkinan akan jatuh karena hal itu. Namun, lagi-lagi hal itu dibantah karena Pak Harto posisinya sangat kuat.
"Kami tegaskan bahwa kalau melihat situasi geopolitik, ekonomi dan sosial, Pak Harto bakal jatuh sebentar lagi dan diganti. Kaget semua tetapi seperti biasa dibantah-bantah dan akhirnya terjadi," katanya.
Padahal akhir April 1998 tidak ada orang Indonesia atau pun elite indonesia yang percaya bahwa Soeharto akan jatuh.
"Pak Harto itu kuat sekali, baru saja terpilih kembali 11 Maret, nyaris mayoritas, didukung oleh tentara dan semua kalangan bisnis. Tidak ada yang menyangka bahwa satu bulan setengah kemudian Pak Harto selesai," tuturnya.
Tidak ada yang menyangka, karena krisis ekonomi 98 itu sangat besar dan cara penyelesaian Pak Harto relatif mengikuti cara IMF, jalan ke arah kehancuran.
"Berbeda dengan dua negara lain yaitu Korea Selatan begitu ada krisis 97, mereka membawa 100 taipan ke New York minta tolong kepada Gubernur Bank Sentral AS, Alan Greenspan sama Menkeu AS agar dipanggilkan seluruh kreditor, kasih kredit ke taipan Korsel, duduk selama seminggu untuk melakukan work out loan, akhirnya korsel keluar cepat dari krisis," katanya.
Dia menambahkan, begitu pun Malaysia. PM Mahathir Muhammad saat itu diberi saran oleh Gubernur Bank Sentral Malaysia agar jangan mendengarkan IMF.
"Karena kalau mengikuti IMF maka mata uang akan anjlok, ekonomi anjlok dan Pak Mahathir akan jatuh," ujarnya.
Malaysia pun ekonominya stabil mata uang ringgit tidak jatuh selama dua tahun pertumbuhan ekonomi juga sekitar enam persen, Mahathir juga tidak jatuh bahkan ekonomi Malaysia rebound kembali.
"Nah, Indonesia yang mendengarkan Widjojo dan kawan-kawan, dan menteri ekonomi pada waktu itu ikut saran IMF. Ekonomi Indonesia dari rata-rata enam persen anjlok ke minus 13 persen, bank-bank pada rontok, biaya untuk menyelesaikan kasus bank BLBI itu hampir 80 miliar dolar dan terbesar, serta macem-macem lah," tuturnya.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia ini juga menegaskan, dirinya tidak punya indera keenam, dan tidak percaya ramalan.
Dia hanya memperkirakan dengan melihat perkembangan situasi, kemudian melakukan simulasi, situasi yang terbaik dan terburuk bagaimana berdasarkan track record yang ada.
"Rizal Ramli tidak punya sixth sense, tidak percaya ramalan paranormal tetapi yang kami lakukan adalah memperkirakan perkembangan situasi melakukan simulasi, situasi yang terbaik apa, the worst apa dan dari berbagai track record yang kami jelaskan tadi ramalan-ramalan kami di dalam bidang makro ekonomi, di bidang korporasi, insya allah selama ini nyaris benar semua," bebernya.
Menurutnya janji pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen itu hanya angin sorga. Nah kali ini untuk tahun 2021, Rizal katakan mohon maaf ekonomi Indonesia akan mengalami krisis yang lebih serius dibanding tahun lalu. Memang pemerintah menjanjikan angin surga tetapi tidak akan kembali ke 5,5 persen.
"Mohon maaf janji surga itu tidak ada basisnya, wong sebelum Covid saja tumbuhnya hanya 5,1 persen. Ini Covid masih banyak kok bisa tumbuh 5,5 persen. Apalagi daya beli masyarakat masih ancur-ancuran," pungkas Rizal Ramli. (esy/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad