jpnn.com - JAKARTA - Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli menyatakan besarnya alokasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) di RAPBN 2015 yang diusulkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan menyandera pemerintahan yang akan datang. Untuk mengatasinya, Rizal menyarankan pemberlakuan subsidi silang.
“Lakukan subsidi silang. Paksa kalangan menengah atas membayar lebih mahal daripada rakyat kelompok bawah. Maka, bukan saja problem subsidi hilang, pemerintah justru meraih keuntungan dari pos anggaran ini," kata Rizal kepada wartawan di Jakarta, Selasa (9/9).
BACA JUGA: Pengganti Karen Harus Tahan Banting
Mengacu kepada data BPH Migas tahun 2013, Rizal mengatakan bahwa kelompok menengah bawah mengonsumsi sekitar 55 persen BBM. Dengan kuota BBM tahun 2015 sebesar 50 juta kilo liter (kl), maka jatah kelompok menengah ke bawah mencapai 27,5 juta kl.
Sedangkan sisanya, 45 persen atau sekitar 22,5 juta kilo liter dikonsumsi kalangan menengah atas. BBM super ini dijual seharga Rp12.500 per liter.
BACA JUGA: Alasan Karen Ngajar di Harvard Dinilai Akal-akalan
Guna meringankan beban rakyat, lanjut Rizal, harga BBM rakyat tidak dinaikkan atau tetap Rp 6.500 per liter. “Ini menyangkut nasib sekitar 100 juta penduduk miskin yang terdiri atas para pengguna sepeda motor, nelayan, dan pengemudi angkutan umum,” katanya.
Tahun 2013 silam, sambung Rizal, Kementerian ESDM menyatakan harga keekonomian BBM adalah Rp 8.400 per liter. “Itu artinya pemerintah harus mensubsidi Rp1 .900 per liter. Tapi dari hasil penjualan BBM Super, pemerintah untung Rp 4.100 per liter," ungkapnya.
BACA JUGA: Mafia Migas Setir Kebijakan Pemerintah
Dari simulasi ini, pemerintah memang harus mensubsidi BBM untuk rakyat sebesar 27,5 juta kl x Rp1.900 = Rp 52,25 triliun. Namun pada saat yang sama, pemerintah meraih laba dari penjualan BBM super sebanyak 22,5 juta kiloliter x Rp 4.100 sehingga diperoleh angka = Rp 92,25 triliun.
“Dengan begitu, pemerintah masih mengantongi selisih positif sebesar Rp 40 triliun per tahun," jelasnya.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sering Dipanggil DPR, Bukti Karen Mundur Karena Tekanan Politik
Redaktur : Tim Redaksi