RKUHP Disahkan, Penyebar Hoaks seperti Habib Rizieq Tak Bisa Dipenjara

Kamis, 08 Desember 2022 – 20:23 WIB
Menantu Habib Rizieq Syihab, Hanif Alatas saat mendengarkan vonis yang dibacakan majelis hakim perkara swab RS Ummi, Bogor di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (24/6/2021). Foto: Kenny Kurnia Putra/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman menyebut Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang disahkan legislatif bersama pemerintah pada 6 Desember 2022 memuat hal positif. 

Dia kemudian menyinggung pasal 263 RKUHP yang mengatur tentang pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong. 

BACA JUGA: Dubes AS Khawatir RKUHP Picu Investor Kabur, Kemenkumham Bilang Begini

Aturan itu dengan otomatis menggantikan ketentuan Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Penyebaran Berita Bohong yang acapkali dipakai menjerat aktivis. 

"Contohnya kasus Habib Rizieq Shihab, kasus Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat," kata Habiburokhman melalui keterangan persnya, Kamis (8/12). 

BACA JUGA: Pesan Menteri Yasonna untuk Demonstran Penolak RKUHP yang Menginap di DPR RI

Legislator Fraksi Gerindra itu mengatakan Pasal 263 di dalam RKUHP tidak bisa dipakai memidanakan aktivis yang menyebarkan pemberitahuan bohong. 

Habiburokhman menyebut ada indikator terjadinya kerusuhan fisik menjerat aktivis yang teridentifikasi memuat pemberitahuan bohong. 

BACA JUGA: RKUHP Disahkan, Pengamat Sebut Mirip Cara Tiongkok

"Jadi, seperti kasus-kasus yang disebutkan tadi, kalau tidak terjadi kerusuhan secara fisik, tidak bisa dipidana," kata Wakil Ketua MKD DPR RI itu. 

Dia kemudian menyambut positif pengesahan RKUHP oleh DPR bersama pemerintah. Toh, aturan pemidanaan tentang harkat dan martabat Presiden RI dan negara dibuat secara ketat. 

"Kedua pasal tersebut sudah direformulasi," kata Habiburokhman. 

Dia mengatakan seseorang tidak bisa dipidana dengan Pasal 218 tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden jika pernyataan untuk kepentingan umum. 

"Jika dilakukan untuk pembelaan diri dan kepentingan umum, seperti menyampaikan kritik dan perbedaan pendapat dengan pemerintah atau penguasa," katanya. 

Habiburokhman pun mempertanyakan masih ada pihak yang keberatan dengan pengesahan RKUHP oleh pemerintah dan DPR pada Selasa (6/12). 

"Jadi, ditanyakan saja kepada mereka yang menolak pengesahan RKUHP baru ini, apakah mereka lebih menginginkan KUHP yang lama dan UU Pasal 14 Tahun 1946 tetap berlaku dan terus menakan korban, hari demi hari," ungkap dia. (ast/jpnn) 

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler