jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Rocky Gerung heran atas alasan pemerintahan era Joko Widodo (Jokowi) ketika merancang Omnibus Law demi menarik investasi untuk pertumbuhan ekonomi. Menurut dia, alasan tersebut tampak dibuat-buat.
Rocky lantas membandingkan cara kerja Jokowi dengan pemerintahan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Di era SBY, kata dia, tidak terdapat Omnibus Law. Namun, pertumbuhan ekonomi tetap tinggi hingga enam persen.
BACA JUGA: PKS Minta Pemerintah Tidak Korbankan Buruh Ketika Membuat Omnibus Law
Rocky mengatakan itu saat menjadi pembicara dalam diskusi berjudul "Omnibus Law RUU Tentang Cipta Kerja Untuk Siapa" di kantor Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (24/2).
"Jadi, yang semestinya diperiksa kenapa tidak ada pertumbuhan di era Jokowi. Kalau mau enam persen pakai Omnibus Law. SBY enam persen tanpa Omnibus Law. Perbandingan itu membuat istana sedang menghina akal publik," kata dia.
BACA JUGA: Pengamat: Omnibus Law Membuka Keran TKA Masuk ke Indonesia
Rocky menduga, getolnya pemerintah agar pemerintah mengesahkan Omnibus Law demi menguntungkan segelintir pihak. Menurut dia, keuntungan itu jelas bukan didapatkan oleh rakyat setelah Omnibus Law disahkan.
"Sekarang harus cari siapa yang punya kepentingan untuk Omnibus Law. Gampang, lihat saja. Seandainya UU ini disahkan, siapa yang mendapatkan quota impor. Mudah sekali," ujar dia.
BACA JUGA: Pengamat: Omnibus Law Proyek Tanpa Perencanaan
Dalam kesempatan ini, Rocky turut mengkritisi aturan yang masuk di dalam Omnibus Law. Rocky pun menyinggung tentang aturan yang memungkinkan peraturan presiden bisa mengubah UU.
"Jadi kalau ada UU ini tidak efektif, akan ada peraturan untuk membatalkan pasal tidak efektif. Itu akan disebut dungu ahli hukum," kata dia. (mg10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan