jpnn.com, JAKARTA - Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK Nancy Dian Anggraeni mengatakan, pihaknya mempunyai amanah untuk mengawal pembangunan SDM yang berkualitas guna membuat Indonesia menjadi negara maju pada 2045.
Selama ini beban akibat rokok dinilai menimbulkan masalah dalam pencapaian SDM yang produktif dan berkualitas sesuai target RPJMN 2020-2024.
BACA JUGA: Produk HPTL Bisa Jadi Solusi Masalah Rokok di Indonesia
Oleh karena itu upaya pengendalian konsumsi tembakau harus dilakukan dengan sinergi dan kolaborasi lintas sektor.
“Merokok menjadi masalah khususnya prevalensi perokok anak. Prevalensinya terus meningkat. Sebelumnya targetnya turun pada 2019, namun ternyata targetnya tidak bisa kami raih, malah naik jumlahnya menjadi 9,1%. Jadi beban akibat rokok yang menimbulkan masalah SDM produktif, ini menjadi terbebani dan berpotensi mengganggu SDM berkualitas,” kata Nancy.
BACA JUGA: Akhirnya Unggah Foto Bersama Krisdayanti, Aurel Hermansyah Minta Tolong
Nancy mengatakan terdapat dua cara yang dapat ditempuh untuk mengendalikan konsumsi tembakau di Indonesia yakni fiskal dan nonfiskal.
Dalam strategi fiskal, kebijakan harga menjadi poin penting untuk pengendalian tembakau. Pemerintah semestinya fokus dalam memperhatikan dan mengawasi kebijakan harga.
BACA JUGA: Wapres Maruf Amin Kunjungi Proyek Pembangunan Bendungan Way Sekampung
Dalam hal ini Kemenkeu sebenarnya telah mengatur harga transaksi pasar untuk merespons praktik pelanggaran tersebut.
Artinya, jangan sampai ada praktik pelanggaran yang dilakukan perusahaan dengan menjual produknya dengan harga lebih murah dari pita cukai.
“Bila tidak ada pengaturan harga, perusahaan masih punya ruang untuk memainkan harga untuk menjual rokok dengan harga yang cukup murah. Karena biasanya pabrikan besar itu punya modal dan kapasitas produksi yang besar sehingga bisa menekan harga yang cukup rendah,” kata Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Febri Pangestu.
Febri juga memastikan soal pengawasan harga, Kemenkeu melakukan pemantauan secara berkala.
“Untuk pengawasan harga rokok, Dirjen Bea Cukai melakukan monitoring HTP per tiga bulan, dari warung, swalayan, minimarket, untuk melihat tingkat harga apakah sudah bergerak atau disesuaikan dengan cukai,” katanya.
Sebelumnya kata Febri, terjadi peningkatan konsumsi rokok pada masyarakat selama pandemi karena beralihnya masyarakat ke rokok murah.
Menurutnya konsumsi rokok memang bersifat inelastis karena dampak harga yang menyebabkan konsumen rokok memiliki pilihan antara berhenti, mengurangi, atau mencari alternatif rokok yang lebih murah.
Keberadaaan rokok murah di pasaran menjadi salah satu pemicu tingginya tingkat konsumsi rokok masyarakat Indonesia. Tidak heran jika dari tahun ke tahun prevalensi perokok di Indonesia terus meningkat, khususnya perokok anak dan remaja.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... LPEI Biayai Ekspor Pesawat CN-235 Milik PT DI Senilai Rp354 Miliar
Redaktur & Reporter : Yessy