jpnn.com, JAKARTA - Filsuf sekaligus rohaniwan Franz Magnis Suseno menyatakan reformasi Indonesia berhasil menyatukan keragaman dan berbagai pandangan yang ada kala itu.
Namun, sejak masa orde baru hingga pascareformasi, Indonesia masih dinilai gagal dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang sedari dulu menjadi akar masalah.
BACA JUGA: Romo Magnis Ajak Masyarakat Tak Memilih Pemimpin yang Menodai Etika
Menurutnya, rakyat sulit keluar dari jeratan kemiskinan karena para pemangku kebijakan tidak memikirkan nasib mereka, tetapi mementingkan diri dan kelompoknya masing-masing.
"Melalui masa gelap, segala macam masalah. Kita berhasil mengatasi. Namun yang tidak berhasil itu kita membuat nyata tuntutan mahasiswa berantas KKN, yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme. Itu sesuatu yang gagal," ujar Romo Magnis dalam diskusi Hukum Sebagai Senjata Politik di Jakarta, Rabu (19/6).
BACA JUGA: Kisah SN Bikin Laporan Palsu Begal Gegara Takut Dimarahi Istri, Pemicunya, Alamak
Dia menegaskan bahwa KKN masih terus menjadi pekerjaan rumah untuk Indonesia yang hingga kini belum terselesaikan.
"Negara masih saja menjadi korup. Terus korupsi itu masuk, semakin nyata ketidakadilan. Itu akan masuk juga. Kita tidak bisa membangun suatu negara yang aman kalau tidak ada adil," lanjutnya.
BACA JUGA: Heru Budi Ubah Aturan Era Anies, Hunian di Bawah Rp 2 Miliar Bakal Kena Pajak, Jikaâ¦
Tak hanya itu, dia juga prihatin dengan cara berpolitik di Indonesia saat ini yang makin hari semakin jauh dari semangat reformasi.
Dia menjelaskan saat ini tidak ada partai yang beroposisi dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tidak mewakili rakyatnya, semakin membuat rakyat Indonesia sulit.
"Kita lihat masih tinggal beberapa bulan mereka memasukkan undang-undang yang problematik. Tidak dibicarakan (kepada publik). Itu tidak beres. Itu berarti demokrasi kita akan habis. Suatu pemerintah didukung oleh hampir seluruh partai, lalu eksekutif berarti bisa berbuat apa saja?" tutur Romo Magnis.(mcr8/jpnn)
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Kenny Kurnia Putra