jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Relawan Satu Indonesia (RSI) Dwi Urip Premono mengatakan Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) dipilih menjadi titik awal pergerakan Jokowi 3 periode.
Pasalnya, Sulut merupakan daerah dengan nilai toleransi antarsuku agama dan ras (SARA) sangat baik di Indonesia.
BACA JUGA: Kinerja Jokowi Bagus, Gerakan 3 Periode Layak Diperjuangkan
Hal itu dikatakan Dwi Urip Premono dalam acara konsolidasi Relawan Satu Indonesia di Kota Manado, Sulawesi Utara pada Sabtu (23/7/2022).
“Jadi, Sulut merupakan satu daerah yang kami lihat sangat toleran,” ucap Dwi Urip.
BACA JUGA: Tanggapi Tafsiran M Qodari soal Jokowi Tiga Periode, Dedi Kurnia: Berbahaya
Dwi Urip mengatakan pihaknya melihat kerukunan hidup antarumat beragama dan antarsuku di Sulut sangat tinggi.
“Spirit nasionalisme itu yang menjadikan kami memulai pergerakan ini (Satu Indonesia Dukung Jokowi 3 Periode) di tempat ini,” ujar Dwi Urip.
BACA JUGA: Tanggapi Pidato Jokowi Soal Pilpres, Qodari: Tiga Periode Hidup Lagi
Dwi Urip menginginkan Sulut sebagai role model bagi semua daerah di Indonesia. Toleransi itu sangat penting untuk menjaga persatuan di Indonesia yang notabene beragam agama dan sukunya.
Dia juga menjelaskan Sulut memiliki sejarah yang sangat penting ketika NKRI ini bangun, Ingat, ketika peristiwa piagam Jakarta di situ teman-teman dari Sulawesi Utara menyatakan bahwa kami ingin bergabung dengan NKRI.
“Jadi, korelasinya dengan 2024 adalah toleransi yang dibangun di Indonesia akan menghasilkan perdamaian atau suasana damai. Inti dari apa yang dilakukan RSI ini adalah ingin menjaga dan merawat kedamaian ini berdasarkan toleransi,” ucap dia.
Dwi Urip menilai Presiden Jokowi merupakan sosok yang bisa mewujudkan atau merawat toleransi dan persatuan antarsesama anak bangsa.
“Kami belajar dari Pilpres 2014 dan 2019 bagaimana terjadi polarisasi. Bukan tidak mungkin hal itu terjadi tahun 2024, dan itu mungkin saja lebih ekstrim,” kata dia.
Oleh karena itu, dia ingin Indonesia tetap bersatu dalam suasana damai.
“Kami melihat sosok yang bisa melakukan itu adalah Pak Jokowi,” kata Dwi Urip.
Pengamat Politik M Qodari kembali memperingatkan ancaman bahaya politik identitas dan polarisasi pada Pilpres 2024 mendatang.
Penasihat Jokpro 2024 itu mengatakan salah satu alasan lahirnya gagasan Jokowi tiga periode karena ketakutan terjadinya perpecahan saat Pilpres 2024 akibat polarisasi yang dibangun oleh kelompok-kelompok tertentu demi memenuhi hasrat politik mereka.
Hal tersebut bisa memecah belah Indonesia menjadi dua seperti di jalur Gaza.
“Ada garis namanya garis Wallace, tetapi itu kan menjelaskan geografi, secara politik ini ada jalur Gaza. Saya khawatir 2024 makin keras sampai satu titik di mana jalur Gaza itu membelah kita menjadi dua. Kalau sudah terbelah dua namanya bukan NKRI lagi,“ kata Qodari.
Menurut Qodari, gagasan Jokowi tiga periode ini kalau dibaca secara baik dan jeli, maka masyarakat akan sadar jika potensi Indonesia terbelah dua itu sangat besar.
Dia menilai ancaman konflik berdarah akibat penggunaan sentimen agama oleh kelompok identitas pada Pilpres 2024 sangat kuat.
“Sekarang dipakai tidak? Dipakai tetapi kapan hal itu berbahaya, jadi itu barangnya sama, tetapi kalau dipakai 2022 ketika tidak ada Pilpres itu bahayanya tidak tampak dengan 2024, ketika ada Pilpres momentum itu membuat daya ledaknya dari petasan menjadi nuklir. 2024 ini menjadi nuklir,” ujarnya.
Qodari menjelaskan banyak pendapat dari masyarakat soal gagasan Jokowi tiga periode seperti kerja Presiden Joko Widodo sudah sangat bagus. Oleh karena itu, ada pandangan Jokowi sangat tepat melanjutkan program-program kerja yang belum terselesaikan.
Namun, buat Qodari, alasan utama gerakan Jokowi tiga periode ini adalah untuk menghindari konflik berdarah akibat sentimen agama yang dibawa ke Pilpres.
Lebih jauh Qodari mengatakan, gerakan 3 periode ini terus disosialisasi ke masyarakat yang mendukung gerakan ini.
Dia menginginkan gerakan makin besar dan lebih kuat.
Qodari menegaskan gerakan ini bertujuan untuk mengubah konstitusi. “Tidak boleh gerakan kecil, tidak bisa perorangan, tetapi gerakan harus besar,” ujar Qodari.
Dia mengibaratkan kalau mau membalikkan gunung tidak bisa banjir lokal, harus tsunami.
“Kalau mau membalikkan rumah, enggak cukup angin sepoi-sepoi tetapi harus badai. Jadi, kami perlu badai, kita perlu tsunami. Nah, makin banyak organisasi, makin bagus,” tegas Qodari.(fri/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari