BACA JUGA: Penumpang Mabuk Ngamuk di Pesawat
Bahkan, pertemuan itu molor hingga 30 Juli karena berbagai persoalanItu setelah delegasi AS bersikap keras dan menolak mekanisme Special Products (SP) dan Special Safeguard Mechanism (SSM) yang sangat penting bagi petani di negara berkembang
BACA JUGA: Lagi, Koruptor China Dihukum Mati
Ketua Advocacy Center for Indonesian Farmer Sutrisno Iwantono mengemukakan bahwa delegasi Indonesia harus berani menolak kesepakatan WTO yang merugikan kepentingan nasional’’Pertemuan WTO Mini Ministerial di Jenewa berlangsung mengecewakan
BACA JUGA: India Tegang Pasca Bom
Itu berpotensi merugikan kepentingan petani kecil Indonesia,’’ ujarnya di JakartaKondisi ini diperparah dengan proses negosiasi yang berlangsung kurang transparan, terutama ketika dibentuk kelompok perunding berjumlah terbatas 7 negara atau G-7 (Amerika Serikat, Uni Eropa, India, Brazil, Jepang, Australia, dan Tiongkok)’’Indonesia dan negara sedang berkembang lain tidak termasuk,’’ lanjutnyaHal itu membuat Indonesia kehilangan kesempatan untuk memperjuangkan kepentingannyaJika hanya mendengarkan pendapat 7 negara tersebut sebagai bahan perundingan, lanjutnya, diprediksi bakal kehilangan arah.
Untuk itu, delegasi RI harus meminta agar proses perundingan lebih transparan, mengikutsertakan seluruh unsur, dan mengutakan pendekatan bottom up, bukan didikte negara majuRI yang juga menjadi juru bicara kelompok G33 harus memaksimalkan posisinya’’Kita sangat berkepentingan agar Special Products (SP) dan Special Safeguard Mechanism (SSM) terakomodasi dalam draft modalitas perundingan sektor pertanian,’’ ungkapnya.
Bagi Indonesia, kedua konsep ini merupakan kepentingan sangat mendasarJika tidak ada perlindungan terhadap produk-produk khusus yang menyangkut hajat hidup petani dan masyarakat desa, kesepakatan WTO haruslah ditolak
’’Demikian juga jika tidak ada mekanisme perlindungan petani dalam bentuk SSM, ketika pasar domestik dihantam membanjirnya komoditi impor, maka bentuk kesepakatan apapun tentu tidak ada manfaatnya bagi kepentingan nasional,’’ imbuhnya.
Sangat tidak adil, lanjutnya, jika petani kecil dengan kepemilikan luas lahan rata-rata 0,3 hektare harus bertarung di negara sendiri dengan produk impor hasil pertanian korporasi (bahkan Trans National Corporations) negara maju dengan subsidi negerinya’’Hasil akhirnya adalah kemiskinan dan ketertinggalan para petani kita,’’ paparnya
Sejalan dengan perlunya memperjuangkan SP dan SSM, Indonesia juga harus meminta penurunan subsidi pertanian di negara-negara maju, serta meniadakan berbagai kebijakan perdagangan yang merugikan negara sedang berkembang.
’’Bentuknya berbagai macam seperti kebijakan kredit ekspor, bantuan pangan, subsidi ekspor dan lain sebagainyaHal ini berdampak langsung terhadap ketahanan panganKita tahu ketahanan pangan merupakan benteng terakhir ketahanan nasional,“ pungkasnya(iw/iro)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesawat Qantas Bolong di Atas Laut
Redaktur : Tim Redaksi