jpnn.com, JAKARTA - Rumah Gerakan 98 optimistis pemerintah saat ini akan membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc sebagai langkah penyelesaian kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997/1998.
"Karena presiden saat ini tidak memiliki beban sejarah. Dan memang kita sebaiknya tidak memilih presiden yang memiliki beban sejarah kelam," ujar Ketua Umum Rumah Gerakan 98 Bernard AM Haloho dalam diskusi bertajuk "Bentuk Pengadilan HAM Ad Hoc", yang berlangsung di Jakarta Pusat, Selasa (9/4).
BACA JUGA: Ada Pilpres atau Tidak, Isu Penculikan Aktivis Harus Terus Digaungkan
Menurut Bernard, saat ini merupakan momentum emas bagi pemerintah untuk menjalankan hasil penyelidikan Komnas HAM dan rekomendasi DPR terkait kasus ini.
“Saat pemerintahan Presiden Megawati sudah ada keinginan untuk Indonesia meratifikasi statuta Roma terkait Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), namun di pemerintahan SBY prosesnya berhenti,” ungkapnya.
BACA JUGA: TKD Targetkan Jokowi Raup 70 Persen Suara di Malang Raya
Dalam kesempatan sama, Aktivis KBRD, Garda Sembiring mengatakan kasus penculikan ini belum dapat dihentikan. "Status korbannya masih hilang. Kalau dikatakan meninggal, harus ada bukti yang mendukung hal tersebut," tegasnya.
Sementara, Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menilai isu penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997/1998 merupakan isu bangsa yang menjadi beban sejarah. "Kasus yang memiliki dukungan politik kuat saat ini adalah penculikan aktivis," katanya.
BACA JUGA: Kok Pak Agum Tak Laporkan Lokasi Kuburan Korban Penculikan ke Presiden?
Menurut Beka, Kejaksaan Agung harus didorong untuk menuntaskan kasus ini karena memiliki kewenangan memanggil paksa.
"Sampai kapan pun, jika ini tidak dituntaskan, akan menjadi beban pemerintahan mendatang, karena kasus ini tidak mengenal kadaluarsa. Tanpa pengadilan HAM Ad Hoc, kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997/1998 akan menjadi beban setiap pemerintahan," pungkasnya. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Siti Zuhro: Pelanggaran HAM Isu Elite, Rakyat Tak Peduli
Redaktur & Reporter : Adil