jpnn.com - Rumiah Kartoredjo bukanlah perempuan biasa. Dia adalah polwan pertama yang mencapai jabatan kepala kepolisian daerah atau kapolda.
Laporan Abdul Malik Fajar, Serang
BACA JUGA: Albar Mahdi, Bocah Santai Berotak Encer yang Tewas Dianiaya di Ponpes Gontor
SEORANG perempuan berjilbab duduk di kursi VVIP Ruang Serbaguna Mapolda Banten di Kota Serang pada Jumat lalu (9/9).
Sosoknya sudah sepuh, tetapi pembawaan dan gaya bicaranya masih cantas.
BACA JUGA: Ni Ketut Mayoni, Spirit Mahasiswi Hindu Lulus Cum Laude di Kampus Islam
Itulah Brigjen (Purn) Rumiah Kartoredjo.
Perempuan yang lahir pada 19 Maret 1952 itu merupakan polwan pertama yang menjadi kapolda.
BACA JUGA: Pasar Terapung Kalsel, Riwayat Dahulu dan Kini
Pada periode 23 Januari 2008 - 14 Februari 2010, Rumiah merupakan Kapolda Banten.
Saat itu, Indonesia sedang disibukkan dengan persoalan terorisme.
Pada masa kepemimpinan Rumiah di Banten pula pentolan teroris Abdul Aziz alias Imam Samudera dieksekusi mati.
Teroris asal Serang itu merupakan otak pengeboman di berbagai kota, termasuk Bom Bali I pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang.
Walakhir, Imam Samudera dijatuhi hukuman mati.
Dia dieksekusi pada 9 November 2008.
Pada awal 2008, Sutanto selaku Kapolri pada waktu itu memercayai Rumiah memimpin Polda Banten.
Saat ditunjuk menjadi kapolda, perempuan asal Tulungagung, Jawa Timur, itu masih berpangkat komisaris besar atau kombes.
"Kalau saya perhatikan kenapa dipilih menjadi Kapolda Banten, sepertinya harus menangani kasus Imam Samudera, supaya caranya lembut," ujar Rumiah kepada JPNN.com belum lama ini.
Memang keputusan Sutanto menunjuk Rumiah sebagai pengganti Kapolda Banten Brigjen Timur Pradopo langsung menghiasi berbagai pemberitaan media.
Saat itulah untuk pertama kalinya ada polwan menjadi kapolda.
Rumiah menuturkan dirinya sebagai polwan memiliki jiwa keibuan.
Dia meyakini pendekatan keibuan itu yang membuat suasana di Banten lebih tenang.
"Orang lagi demo saya kasih permen. Itu sebagai bukti saya bersahabat dengan mereka (pedemo)," kata perempuan yang memiliki makanan favorit pecel dan tempe goreng itu.
Karier Rumiah di Polri diawali pada 1978 ketika dia masih berstatus mahasiswa di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Surabaya.
Kini, perguruan tinggi milik pemerintah itu bernama Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
Saat itu, Rumiah mendaftarkan diri masuk Sekolah Perwira Militer Sukarelawan (Sepa Milsuk) yang kini lebih dikenal dengan sebutan Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS).
Baginya, militer bukanlah hal asing.
Dari tujuh saudara kandung Rumiah, tiga di antaranya menjadi anggota ABRI.
Ada kakaknya yang menjadi marinir.
Lulus dari Sepa Milsuk, anak keempat dari delapan bersaudara itu pun menjadi polwan.
Di kepolisian, Rumiah juga tetap rajin bersekolah demi perkembangan kariernya.
Rumiah pernah menjadi kepala Sekolah Polisi Wanita (Kasepolwan) Lembaga Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri (Lemdikpol).
Sebelum menjadi Kapolda Banten, putri Haji Kartoredjo itu menduduki jabatan sekretaris Lemdikpol.
Rumiah begitu terkesan dengan tugasnya selama dua tahun lebih sebulan dia Polda Banten.
Dia merasakan kebersamaan yang kuat di provinsi hasil pemekaran dari Jawa Barat itu.
Banten dikenal memiliki banyak ulama dan dijuluki sebagai Daerah Sejuta Santri.
Rumiah mengaku senang bisa bekerja sama dengan semua pihak di Banten saat dia aktif sebagai kapolda.
Rumiah mengakhiri tugasnya di Polri karena pensiun. Pangkat terakhirnya brigjen.
Namun, ibu dari dua anak itu punya penerus. Salah satu putranya menjadi polisi.
"Saat ini bertugas di Kendari (Sulawesi Tenggara, red)," ucap Rumiah.
Sebagai perempuan pertama yang menjadi kapolda, Rumiah juga punya harapan untuk para polwan.
"Mudah-mudahan nanti akan ada kapolda-kapolda wanita setelah saya," ujar dia
Menurut Rumiah, memang kini banyak polwan berprestasi. Dia pun bangga dengan hal itu.
Namun, dia mengingatkan polwan-polwan yang masih aktif tidak cepat puas. "Harus kejar pencapaian berikutnya," kata Rumiah.
Meski demikian, dia juga menegaskan bahwa polwan tetap memiliki kodrat sebagai perempuan.
"Sebagai seorang ibu juga tidak boleh melepas anak begitu saja, pendidikannya pun harus diperhatikan," ucapnya.
Berhenti dari kepolisian tak serta-merta membuat Rumiah lepas dari pengabdian.
Dia juga aktif di organisasi, antara lain, menjadi pengurus di Persatuan Purnawirawan TNI-Polri (Pepabri) dan ketua Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT).
"Jadi, boleh pensiun, tetapi, kalau masih dibutuhkan oleh masyarakat, pengabdian harus terus dijalankan," katanya.
Rumiah yang memiliki latar belakang pendidikan olahraga juga menggunakan ilmunya untuk masyarakat.
Dia pernah menjadi ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Banten selama dua periode.
Jauh sebelum menjadi perwira Polri, Rumiah pernah mengharumkan nama Indonesia di SEA Games.
Dia merupakan mantan atlet Timnas Softball Indonesia.
Selama menjadi atlet soaftball, Rumiah pernah berlaga di empat SEA Games.
Dia pernah membawa pulang medali emas dari cabor softball pesta olahraga se-Asia Tenggara itu.
"Alhamdulillah, masih bisa membawa nama baik merah putih. Pernah dapat emas dari softball dan yang paling sering itu perak," katanya.
Di usia yang tak muda lagi, Rumiah masih aktif berolahraga. Dia rutin berenang, bersepeda, dan jalan kaki.
"Sekarang sudah menyesuaikan umur. Jadi, tiga olahraga itu yang masih sering dijalani," kata dia. (mcr34/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Komandan Tim 8 Paskibraka Arnold Sinaga, Kisah Perjuangan Anak Dansat Brimob Menuju Istana
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Abdul Malik Fajar