Rupiah Lemah, BUMN Harus Kurangi Utang Valas

Selasa, 16 Desember 2014 – 07:28 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai pelemahan rupiah masih dalam taraf wajar. Apalagi, lanjut dia, pelemahan rupiah justru merupakan mekanisme untuk mendorong ekspor dan mengerem impor.

"Jadi tidak ada soal. (pelemahan rupiah) itu mekanisme mengurangi defisit (neraca perdagangan)," ujarnya di Kantor Wakil Presiden kemarin (15/12).

BACA JUGA: Kurs Rupiah Terburuk Sejak Agustus 1999

Terkait potensi tersedotnya cadangan devisa yang digunakan mengintervensi pasar untuk meredam pelemahan rupiah, JK menampiknya. Menurut dia, pemerintah maupun Bank Indonesia (BI) tidak perlu melakukan intervensi berlebihan, sehingga harus mengorbankan cadangan devisa.

"Jangan pakai devisa banyak-banyak (untuk intervensi), nanti kita dipermaikan spekulan (pasar valas)," katanya.

BACA JUGA: BUMN Bakal Benahi 600 Anak Usahanya

Senada dengan JK, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno juga tidak akan meminta perusahaan pelat merah di sektor perbankan untuk melakukan intervensi pasar, misal dengan menggelontorkan stok dolar AS ke pasar untuk meredam pelemahan rupiah.

"Kami serahkan ke mekanisme pasar dan kami percaya BI akan mengambil langkah yang diperlukan (untuk stabilisasi rupiah)," ucapnya.

BACA JUGA: Ingin Pegang Rekor Ketum HIPMI Pertama dari Indonesia Timur

Namun, Rini akan meminta BUMN untuk mengevaluasi kembali utang-utang dalam denominasi valuta asing (valas). Dia mengakui, salah satu faktor menguatnya dolar AS adalah tingginya kebutuhan di dalam negeri, sementara pasokan terbatas. "Karena itu, saya minta BUMN untuk mengurangi utang valas," ujarnya.

Salah satu penyebab pekemahan rupiah adalah korporasi termasuk BUMN, tengah memborong dolar AS untuk keperluan membayar cicilan utang valas mereka di akhir tahun.

Beberapa BUMN yang memiliki utang valas dalam jumlah besar di antaranya adalah Pertamina, Perusahaan Listrik Negara (PLN), serta Garuda Indonesia. Bahkan, Garuda tercatat memiliki komposisi utang 90 persen dalam denominasi valas. Padahal, pendapatannya dalam valas hanya 30 persen.

Menurut Rini, dirinya sudah meminta seluruh manajemen BUMN untuk memitigasi risiko pelemahan nilai tukar rupiah agar kinerja perseroan tetap baik di masa gejolak kurs seperti saat ini. "Kami akan terus pantau situasi pasar," katanya. (owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yakin Terminal LNG Atasi Ancaman Krisis Listrik di Bali


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler