jpnn.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini masih mengalami pelemahan, bahkan menembus Rp 15.000 per dolar AS.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan tekanan pada nilai tukar rupiah baru permulaan.
BACA JUGA: Ratusan Orang Tertipu Arisan Bodong, ke Mana Miliaran Rupiah Uang Korban?
Artinya, masih ada serangkaian tekanan global terhadap perekonomian Indonesia.
"Nilai tukar rupiah melemah ini baru permulaan, tekanan berikutnya terjadi saat kenaikan Fed rate," ujar Bhima, Rabu (6/7).
BACA JUGA: Bukan Kasus Biasa, 2 Pemuda Dibekuk Polisi
Menurutnya, saat ini kondisi pasar uang dunia tengah khawatir akibat sinyal resesi ekonomi global, salah satunya proyeksi Citigroup yang menyatakan risiko dunia mengalami resesi kini sebesar 50 persen dalam 18 bulan ke depan.
Selain itu, kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menahan suku bunga acuan justru membuat arus investasi asing keluar dari Indonesia makin deras.
BACA JUGA: Adu Banteng Yamaha Mio Vs Pikap Suzuki, Atlet Menembak Tewas
"Kita harus mempersiapkan diri dalam skenario yang terburuk," ungkap dia.
Lebih lanjut, Indonesia harus bersiap menghadapi kontraksi daya beli masyarakat jika pemerintah tidak mengambil sikap menghadapi kenaikan inflasi.
Kemudian pendapatan dari ekspor komoditas yang selama ini surplus bisa jadi berbalik arah, mengingat harga CPO dan batu bara mulai menurun sebulan terakhir.
Bhima menjelaskan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berpotensi melebar sehingga beban pembayaran bunga utang terutama Surat Berharga Negara (SBN) meningkat tajam.
"Kondisi pelemahan rupiah harus menjadi perhatian karena bisa memicu berbagai ekses negatif perekonomian," tegas Bhima. (mcr28/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA ARTIKEL LAINNYA... 4 Polisi Dipecat, Kasusnya Berat, Tak Bisa Ditoleransi Lagi
Redaktur : M. Rasyid Ridha
Reporter : Wenti Ayu Apsari