jpnn.com, DAMASKUS - Setelah tiga hari berada di Syria tanpa bisa menjalankan tugasnya, tim pencari fakta Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) akhirnya bisa masuk ke Douma, Selasa (17/4). Sayangnya, mereka kemungkinan tidak akan menemukan apa-apa. Pasalnya, Rusia dan rezim Presiden Bashar Al Assad diduga kuat telah menghilangkan semua bukti adanya serangan kimia.
”Sejak awal, tim memang dijadwalkan masuk Douma pada Rabu (kemarin),” kata Igor Kirillov, pakar senjata kimia Rusia di markas OPCW Den Haag, seperti dilansir BBC.
BACA JUGA: Tim Pencari Fakta Serangan Kimia Tak Bisa Masuk Syria
Moskow menyebut faktor keamanan sebagai alasan penundaan. Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov berdalih izin yang tak kunjung turun dari PBB sebagai penyebab mundurnya jadwal riset oleh tim pencari fakta OPCW.
Pernyataan Ryabkov itu langsung ditepis PBB. Stephane Dujarric, juru bicara Sekjen Antonio Guterres, mengatakan bahwa Departemen Keamanan dan Keselamatan PBB langsung memberikan lampu hijau kepada OPCW untuk melakukan investigasi tersebut di Douma.
BACA JUGA: Bombardir Syria, Presiden Macron Panen Pujian
Bahkan, izin turun sejak OPCW memberangkatkan Wilson dan teman-temannya ke Syria akhir pekan lalu.
Dirjen OPCW Ahmet Uzumcu pun geram. Di hadapan dewan eksekutif OPCW, dia mengungkapkan kekesalannya.
BACA JUGA: DK PBB Terbelah soal Konflik Syria
Menurut dia, Rusia dan rezim Presiden Bashar al Assad sengaja menunda-nunda investigasi. Sebab, mereka tahu persis bahwa semakin lama, jejak racun kimia di Douma akan semakin sulit dilacak.
”Saya curiga, mereka sudah lebih dulu ke sana untuk menghapus jejak. Mereka sengaja merusak lokasi kejadian agar tim pencari fakta tidak menemukan apa pun di sana,” tuduh Kenneth Ward, wakil Amerika Serikat (AS) dalam forum OPCW, seperti dilansir Associated Press.
Kementerian Luar Negeri Prancis mengungkapkan kekhawatiran yang sama. OPCW menuding Rusia sengaja menghilangkan semua bukti.
Itu diperkuat pengakuan tim pencari fakta yang ditawari Damaskus untuk mewawancarai 22 orang yang mereka klaim sebagai saksi mata serangan kimia.
Tapi, Wilson dan timnya tidak mau begitu saja menerima tawaran tersebut. Apalagi, sejak kabar tentang serangan kimia tersebut tersebar, Rusia dan Syria terus-terusan membantahnya.
Rusia menegaskan bahwa serangan kimia pada 7 April yang merenggut sedikitnya 48 nyawa itu tidak pernah terjadi. Moskow menuding Washington dan sekutu Barat-nya hanya membual.
Mereka lantas menyebut aksi militer AS bersama Inggris dan Prancis pada 14 April lalu sebagai tujuan bualan tersebut. Rusia juga mengaku telah menerjunkan tim ke Douma dan tidak mendapati bukti serangan kimia.
Namun, sukarelawan PBB dan oposisi Syria ikut bersaksi tentang serangan kimia yang membuat sedikitnya 500 orang sesak napas tersebut.
Sejak serangan kimia pertama pada 2013, PBB melatih para sukarelawan Syria agar bisa memberikan pertolongan pertama kepada korban serangan kimia. Mereka juga dilatih untuk mendeteksi ciri-ciri korban keracunan zat kimia, khususnya dalam bentuk gas. (hep/c6/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Assad Sudah Menang, Buat Apa Gunakan Senjata Kimia?
Redaktur & Reporter : Adil