Pekan lalu, Rusia membayar bunga dari sebagian utang luar negeri dalam bentuk dolar Amerika Serikat. Tapi ada kemungkinan mereka tidak bisa lagi membayar utangnya dan ini menunjukkan dampak dari sanksi internasional.
Menurut laporan, Rusia sudah membayar bunga sebanyak US$158 juta, lebih dari Rp1,5 trilun kepada para investor di Amerika Serikat lewat dua lembaga keuangan JP Morgan dan Citibank.
BACA JUGA: Rusia Raja Minyak Eropa, Lithuania Tidak Takut
Namun dalam waktu dua pekan mendatang adalah masa tenggang pembayaran utang, yang jumlahnya lima kali lebih besar, sehingga menimbulkan kekhawatiran Rusia akan "mengemplang" kewajiban tersebut karena langkanya persediaan mata uang dolar Amerika Serikat.
Di tahun 2015, dunia keuangan internasional pernah melihat hal yang serupa saat Yunani gagal membayar utang sebesar US$ 2,4 miiliar kepadalembaga Dana Moneter Internasional (IMF).
BACA JUGA: Sri Lanka Alami Kekurangan Kertas, Ujian Sekolah Dibatalkan
Yunani bukanlah negara besar pengekspor komoditas, bukan juga negara adikuasa dalam hal militer. Tapi apa yang terjadi di Yunani ketika itu sudah memengaruhi pasar keuangan internasional.
Terkait Rusia, para pengamat mengatakan dampak kemungkinan Rusia tidak bisa membayar utangnya akan lebih dirasakan oleh negara dan warga Rusia sendiri.
BACA JUGA: Kekejaman Rusia di Mariupol Tak Akan Dilupakan Sejarah
Kemungkinan Rusia tidak bisa membayar utang semakin besar karena aset mereka luar negeri sudah dibekukan dan juga tidak lagi jadi bagian dari sistem keuangan internasional.
Amerika Serikat masih mengizinkan dana dari Rusia dikirim ke luar untuk membayar utang, namun aliran dana masuk ke dalam negara Rusia dibatasi.
Ini menjadi masalah besar bagi Presiden Putin. Keputusan Yeltsin menaikkan pamor Putin
Terakhir kalinya Rusia tidak bisa membayar kewajiban utangnya adalah di tahun 1998, yang menciptakan kritis politik di dalam negeri dan kesengsaraan bagi warganya.
Disebabkan karena tingginya biaya untuk perang di Chechnya dan turunnya pendapatan dari penjualan minyak, perekonomian Rusia saat itu mengalami kesulitan parah.
Inflasi mencapai angka 84 persen sehingga menimbulkan banyak pembangkangan, protes dan pemogokan, diperburuk dengan buruknya panen gandum di dalam negeri hingga terjadi kekurangan pangan.
Masalah ini mengakhiri kekuasaan Boris Yeltsin dan membuka jalan untuk naiknya Vladimir Putin.
Putin berusaha keras memastikan bahwa negaranya tidak akan lagi mengemis bantuan makanan dari dunia internasional.
Dampaknya terhadap sistem keuangan internasional juga besar.
Beberapa bank lokal Rusia bangkrut, kemudian nilai mata uang rouble, jatuh sekitar 60 persen, yang juga hampir menyebabkan salah satu perusahaan besar Banker Trust di Amerika Serikat hampir bangkrut.
Krisis keuangan bisa dihindari ketika Deutsche Bank mengambil alih Bankers Trust dengan memberi dana US$10 miliar. Seberapa besar kemungkinan Rusia gagal lunasi utangnya?
Peluangnya tinggi, karena pembekuan separuh dari US$640 miliar cadangan devisa asing dan emas yang disimpan di luar negeri.
Dan sekarang Rusia kesulitan untuk bisa mendapatkan mata uang asing dengan mudah.
Pekan lalu, Rusia bersikeras mengatakan akan memenuhi semua kewajiban pembayaran utang.
Presiden Putin mengatakan negara yang terlibat dalam "kegiatan permusuhan" hanya akan mendapat bayaran dalam bentuk mata uang rubel.
Resolusi PBB dua minggu lalu, yang menuntut Rusia menarik diri dari Ukraina, sudah didukung oleh 143 negara. Artinya negara yang dianggap musuh dengan Rusia hampir mencapai seluruh dunia.
Dan mereka yang sebelumnya memberikan uang dalam bentuk dolar Amerika Serikat atau mata uang Euro, ingin dibayar kembali dalam mata uang tersebut karena nilai mata uang rubel tidak berharga banyak di dunia internasional.
Ketika Rusia tidak bisa membayar saat jatuh tempo Rabu lalu, secara otomatis mendapat kesempatan memenuhi kewajibannya dalam masa 30 hari berikutnya, yang kemudian berhasil dipenuhi.
Namun nilai utang berikutnya sebanyak US$650 juta yang jatuh tempo dalam waktu dua pekan lagi akan menjadi masalah yang lebih rumit.
Rusia memiliki aturan untuk membayar sebagian obligasi yang dikeluarkan Pemerintah dalam bentuk mata uang lokal rubel.
Namun aturan soal pembayaran bunga utang tidak masuk dalam perjanjian, selain juga nilai mata uang rubel sekarang sudah tinggal kurang dari satu sen dolar Amerika Serikat. Menjadi sebuah hal yang tidak mudah. Seberapa buruk utang Rusia?
Setelah bertahun-tahun berusaha melepaskan diri dari pengaruh Barat, keseluruhan utang Rusia tergolong kecil.
Rusia sudah berutang sekitar US$100 miliar dari investor asing.
Sekitar US$40 miliar adalah utang pemerintah, sisanya utang oleh perusahaan negara besar, seperti perusahaan gas Gasprom dan Rosneft, jaringan kereta Russian Railways, dan sejumlah bank lokal.
Perusahaan minyak Rusia sudah berjanji akan menetapi pembayaran utan, karena mereka biasa menerima pembayaran dalam mata uang asing dan juga memiliki kantor cabang di luar negeri. Kemampuan membayar utangnya masih besar walau nantinya pemerintah Rusia 'ngemplang'.
Menurut beberapa laporan, perusahaan besar ini sudah mendapat persetujuan untuk membayar utang dalam mata uang asing.
Namun banyak perusahaan besar sekarang mengalami krisis uang tunai karena perusahaan gas dan mineral Rusia sudah diboikot dan mereka tidak lagi menjadi bagian dari sistem keuangan internasional. Akibatnya pengiriman dana menjadi sulit dilakukan.
Bagi Rusia, bila ada 'pengemplangan' maka nilai mata uang rubel akan semakin jatuh sehingga semakin membuat warga mengalami kesulitan.
Mata uang yang lemah membuat daya belinya menurun. Ini menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok di dalam negeri meningkat atau berpotensi membuat barang-barang hilang dari pasar.
Sudah ada sekitar 400 perusahaan asing yang menarik diri dari Rusia. Jika Rusia memutuskan tidak bisa membayar utang, maka para investor akan semakin takut untuk melakukan bisnis di negara tersebut. Siapa saja yang memberi utang ke Rusia?
Para pemberi utang kebanyakan adalah bank dan institusi investor besar. Namun dengan utang yang relatif kecil, dampaknya secara global diperkirkaan tidak akan besar juga.
Tapi bank-bank di Eropa khususnya di Austria, Prancis dan Italia akan mengalami kerugian besar.
Sebuah lembaga bernama The Bank For International Settlements memperkirakan bank Italia dan Prancis masing-masing sudah memberikan utang masing-masing sekitar US$25 miliar, sementara bank Australia sekitar US$17,5 miliar.
Sejak Rusia mengambil alih paksa wilayah Crimea di Ukraina tahun 2014, perbankan Amerika Serikat mengurangi keterlibatan dengan Rusia, meski Citibank dilaporkan tetap memberi utang sebesar sekitar US$10 miliar.
Kasus penghentian pembayaran utang oleh sebuah negara selalu menjadi masalah.
Yang terburuk adalah terjadinya krisis global ketika bank tidak mau melakukan hubungan dengan bank lain karena takut masuk dalam krisis.
Namun dalam banyak kasus, seperti yang terjadi sebelumnya di Yunani, Argentina, Venezuela, dan Lebanon selama beberapa tahun terakhir, warga negara mereka sendirilah yang paling banyak menjadi korban.
Ini akibatnya akan menciptakan masalah baru, yakni ketidakpuasan warga, yang nantinya harus mendapat perhatian serius dari Presiden Putin.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sebut Invasi Rusia Perang Kebenaran, Milisi Suriah Ternyata Diguyur Duit Gede Banget