jpnn.com, NEW YORK - Langkah Rusia meninggalkan kesepakatan pangan Laut Hitam sangat erat hubungannya dengan kepentingan ekonomi Negeri Beruang Merah itu, terutama industri pertanian.
Tuntutan-tuntutan yang disampaikan Moskow memperlihatkan bahwa peninggkatan ekspor produk pertanian Rusia adalah prioritas.
BACA JUGA: Berita Duka, Mahasiswa Asal Maluku Meninggal karena Tenggelam di Rusia, Pemprov Berbelasungkawa
Sayangnya, ambisi mengejar cuan ini juga berpotensi membunuh jutaan manusia di seluruh dunia.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengingatkan bahwa langkah Rusia keluar dari kesepakatan pangan Laut Hitam dan bombardemen pelabuhan-pelabuhan penting, akan memperparah krisis.
BACA JUGA: Rusia Bombardir Odesa, Rudal X-22 dan Onyx Bikin Ukraina Kewalahan
"Kita kini menyaksikan ketahanan pangan kian terpukul hebat, ketika Rusia dalam empat hari berturut-turut menyerang pelabuhan Ukraina di Laut Hitam di Odesa, Chornomorsk dan Mykolaiv dengan rudal dan drone," kata Kepala Urusan Politik PBB Rosemary DiCarlo kepada Dewan Keamanan.
DiCarlo mengutuk keras aksi Rusia itu dan negara ini segera menghentikan aksinya.
BACA JUGA: Rusia Mengambek, Pasokan Pangan Dunia Kembali Terancam
"Gelombang baru serangan menyasar pelabuhan-pelabuhan Ukraina berisiko menciptakan dampak yang hebat terhadap ketahanan pangan global, khususnya di negara-negara berkembang," kata dia.
"Ancaman menyangkut kemungkinan kapal sipil yang berlayar di Laut Hitam dijadikan sasaran tembak, sungguh tak masuk akal," sambung dia.
Kepala Bantuan PBB Martin Griffith menyebut langkah Rusia keluar dari kesepakatan pangan sebagai "sangat mengecewakan".
"Bagi 362 juta manusia langkah itu bukan masalah kesedihan atau kekecewaan: Ini menyangkut hal yang mengancam masa depan mereka, anak-anak mereka dan keluarga mereka," kata Griffith.
"Mereka tidak sedih, tapi marah. Mereka khawatir, mereka gelisah. Beberapa akan kelaparan, beberapa akan sangat kelaparan, mungkin banyak yang mati akibat keputusan Rusia ini," kata dia lagi.
Griffith memohon Dewan Keamanan agar melakukan segala upaya untuk memulihkan kesepakatan pangan Laut Hitam.
Perjanjian itu ditandatangani di Istanbul pada Juli tahun lalu oleh Rusia, Ukraina, Turki dan PBB.
Perjanjian itu menciptakan koridor aman melewati Laut Hitam untuk ekspor dari tiga pelabuhan Ukraian yang sempat terhenti sejak perang mulai pada Februari 2022.
Kesepakatan itu turut mengendalikan harga pangan yang melonjak dan meredakan krisis pangan global dengan memulihkan aliran gandum, minyak bunga matahari, pupuk, dan produk lainnya dari Ukraina yang merupakan salah satu eksportir produk pangan biji-bijian terbesar di dunia.
Moskow telah menolak memperpanjang perjanjian itu dengan alasan poin-poin yang merupakan tuntutan Rusia tidak pernah diterapkan.
Salah satu poin mahapenting itu adalah penghapusan hambatan ekspor bagi pupuk buatan Rusia.
Kremlin juga menuntut agar Bank Pertanian Rusia dimasukkan ke dalam sistem pembayaran internasional SWIFT. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif