jpnn.com, MOJOKERTO - Salah seorang anggota Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama atau Banser, Riyanto tewas saat bom meledak pada malam misa di Gereja Eben Haezer Mojokerto, tahun 2000 silam.
Kenangan atas tragedi itu masih menempel dalam benak banyak orang, termasuk dua saksi hidup kakak beradik Angkinki dan Rusmini.
BACA JUGA: Wali Kota Ita Kenang Jasa Banser Riyanto di Malam Tahun Baru
Keduanya adalah pemilik ruko yang berada tepat di timur Gereja Eben Haezer.
Bangunan yang sekaligus menjadi tempat tinggal itu sudah tampak tua. Bahkan, rolling door hanya bisa terbuka separo karena telah mengalami kerusakan.
BACA JUGA: Salahkah Mohamed Salah Merayakan Natal?
Menurut Angkinki, kondisi itu terjadi akibat ledakan bom yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumahnya.
Rusmini menceritakan, dua bom yang meledak pada 24 Desember 2000 itu terjadi sekitar pukul 21.00.
BACA JUGA: Densus Temukan Benda Berbahaya dari Tangan Terduga Teroris yang Ditangkap di Mojokerto
Perempuan 71 tahun ini mengetahui ledakan terjadi saat dirinya sedang duduk di depan rumah.
Dua ledakan terjadi dalam waktu yang berdekatan di titik yang berbeda.
"Pas sudah mau selesai acaranya (Malam Misa), Banser itu (Riyanto) yang turut berjaga di depan gereja, menemukan tas (berisi bom). Katanya mau dibuang ke selokan yang ada di depan gereja. Pas itu orang-orang sudah dia suruh tiarap,” tuturnya kepada Radar Mojokerto.
Kabut gelap pun menyelimuti langit. Ledakan itu diikuti kepulan asap yang membumbung tinggi diiringi aroma bau ledakan.
Rusmini mengatakan, ledakan pertama itu mengakibatkan Riyanto tewas.
Tubuh pemuda asal Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto itu terlempar ke atas dan terjatuh persis di belakang gereja.
"Asapnya hitam pekat. Setelah itu saya lari ke dalam rumah, soalnya sama polisi disuruh masuk,” ungkapnya.
Tak lama setelah ledakan pertama, ledakan kedua pun menyusul. Namun kali ini, ledakan itu tak sekeras yang pertama.
”Saya sudah lari ke atas loteng setelah ledakan pertama itu, saya lihat dari loteng (lantai dua) polisinya itu keruk-keruk selokan,” tutur perempuan berambut putih ini.
Ledakan itu juga mengakibatkan sejumlah kerusakan bangunan, termasuk rumah keduanya. ”Dulu temboknya juga retak, terus genting-genting di lantai atas pecah-pecah,” katanya.
Bekas-bekas ledakan itu masih utuh dan dapat ditemui di sejumlah titik rumah tersebut. "Kalau bekasnya yang sekarang masih ada itu kaca-kaca lemari yang pecah ini, dan juga pintu rolling door,” terang Angkinki sembari menunjukkan bekas kerusakan.
Tampak beberapa bagian kaca lemari itu berlubang karena pecah.
Pria 66 tahun itu mengatakan, lemari-lemari itu sejak awal memang berada di situ. Bahkan, sebelum kejadian ledakan bom Natal tahun 2000.
Keduanya sama-sama mengaku tak mungkin lupa akan insiden yang terjadi 20 tahun silam tersebut.
Usia tua telah membuat mereka makin lemah. Namun demikian, tak ada hidup yang bisa dititipkan pada orang.
Dari hasil jasa reparasi elektronik itu, Angkinki bersyukur masih bisa menghidupi adik dan istri. (yuliantoadinugroho/mj/ris/ron/jpr)
Redaktur & Reporter : Adek