RUU Cipta Kerja Diyakini Mampu Membuka Banyak Lapangan Kerja

Jumat, 13 Maret 2020 – 23:32 WIB
Ilustrasi karyawan pabrik mobil. Foto: Ali Khumaini/Antara

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah perlu melakukan reformasi ekosistem ketenagakerjaan untuk mengantisipasi meningkatnya angka pengangguran di tengah pelambatan ekonomi.

Demikian disampaikan Peneliti Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Indeks), Nanang Sunandar, dalam Konferensi Pers bertajuk “Rancangan Undang Undang Cipta Kerja dan Reformasi Ekosistem Ketenagakerjaan” di Jakarta, Jumat (13/3).

BACA JUGA: Ekonom UIN: Omnibus Law Cipta Kerja Selaraskan Kepentingan Investor dan Buruh

Acara tersebut juga menghadirkan dua panelis lain, yakni Adinda Tenriangke Muchtar, Pemimpin Redaksi Suara Kebebasan, dan Muhammad Rifki Fadilah, Peneliti The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII).

Menurut Nanang, Indonesia akan segera memasuki fase bonus demografi. Ini berarti jumlah angkatan kerja baru akan meningkat secara sangat signifikan, yang menuntut lebih banyak lapangan kerja baru.

BACA JUGA: PDIP Bentuk TIM Khusus Kaji RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Ancaman meningkatnya angka pengangguran bisa diantisipasi dengan meningkatkan kebebasan ekonomi, yakni dengan menghilangkan kendala-kendala yang selama ini menghambat perkembangan bisnis dan penciptaan lapangan kerja.

Dalam hal ini, menurut Nanang, Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja merupakan inisiatif yang layak didukung secara luas oleh seluruh lapisan masyarakat, karena memuat banyak unsur yang akan meningkatkan Indeks Kebebasan Ekonomi Indonesia, khususnya dalam ekosistem ketenagakerjaan.

BACA JUGA: Benarkah Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dibuat Untuk Pengangguran?

Salah satu unsur yang tampak paling menonjol adalah upaya RUU Cipta Kerja untuk meningkatkan efisiensi regulasi dalam berbisnis. “Jika nanti RUU Cipta Kerja disahkan menjadi undang-undang, masyarakat akan lebih mudah untuk membuka maupun mengembangkan bisnis dan akan lebih banyak lapangan kerja baru yang tercipta,” ujar dia.

Unsur lain yang juga selaras dengan kebebasan ekonomi adalah keterbukaan pasar. Suasana yang lebih kompetitif dalam pasar yang lebih terbuka akan mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja dan daya saing ekonomi.

Menurut Nanang, berdasarkan analisis terhadap data Indeks Kebebasan Ekonomi dan angka pengangguran di 100 negara sepanjang periode 1980-2008 dalam Laporan Fraser Institute (2010), peningkatan Indeks Kebebasan Ekonomi berkorelasi positif dengan berkurangnya angka pengangguran. Indonesia sendiri berada pada peringkat ke-56 dalam Indeks Kebebasan Ekonomi 2019 yang dirilis Heritage Foundation.

Meskipun berstatus bebas moderat dalam Indeks Kebebasan Ekonomi, Indonesia memiliki skor yang tidak memuaskan pada sejumlah indikator, yakni integritas pemerintah dalam variabel supremasi hukum; kebebasan ketenagakerjaan dalam variabel efisiensi regulasi; dan kebebasan berinvestasi dalam variabel keterbukaan pasar.

Karena itu, menurut Nanang, inisiatif RUU Cipta Kerja untuk meningkatkan efisiensi regulasi dan keterbukaan pasar harus dibarengi dengan penguatan indikator kebebasan ekonomi yang lain, khususnya integritas pemerintah, sehingga dapat secara efektif menggairahkan bisnis dan membuka lapangan kerja baru. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler