jpnn.com, JAKARTA - Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) mencatat, ada 7.275 kasus kekerasan seksual yang terjadi tahun lalu.
Dari angka tersebut, menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), hanya 2 persen pelaku yang dijatuhi hukuman.
BACA JUGA: Terungkap, Korban Pelecehan Marko Simic Ternyata WNI
BACA JUGA : PKS Tolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Begini Alasannya
BACA JUGA: Dokumenter Pelecehan Seksual Michael Jackson Sukses Bikin Kritikus Jijik
Ironisnya, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang digadang-gadang melindungi korban tak kunjung disahkan oleh DPR.
Komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherwati mengungkapkan, tidak banyak kasus kekerasan seksual yang diadukan.
BACA JUGA: Kenapa Biarawati Korban Pelecehan di India Memilih Bungkam?
BACA JUGA : Inilah Alasan PKS Tolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Indikasinya hanya 10 persen. "Dari kasus yang diadukan, hanya 5 persen yang sampai diproses kepolisian dan 2 persen saja pelaku yang dihukum," ungkap Nur.
BACA JUGA : Gerindra Dorong RUU Anti-Kekerasan Seksual Segera Disahkan
Dia menambahkan, banyak korban yang tidak berani bicara. Menurut Nur, salah satu alasannya adalah paradigma masyarakat dan penegak hukum yang belum berpihak kepada korban.
"Korban kekerasan seksual sering disalahkan karena justru dianggap sebagai pemicu. Sering juga korban didiskriminasi dan tidak mendapatkan haknya," tutur dia.
Nur mencontohkan kasus inses. Pelakunya adalah orang terdekat korban. Bisa ayah, saudara, paman, atau kakek.
Korban sering kali disalahkan. Bisa juga korban kekerasan seksual justru diusir dari lingkungan, tidak boleh bersekolah atau bekerja, dan digunjing.
Belum lagi pertanyaan-pertanyaan dari penegak hukum yang membangkitkan trauma korban. "Ketika korban bicara, negara harus melindungi," ucapnya.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Livia Iskandar berpendapat senada. Setiap rapat mingguan LPSK, ada saja laporan kekerasan seksual.
Dia mencontohkan satu kasus inses yang dilakukan oleh ayah. Ibu korban melaporkan kasus tersebut. Namun, justru anak dan ibu itu diusir keluarga si ayah.
Contoh lain, ada siswa yang dikeluarkan dari sekolah karena hamil akibat kekerasan seksual. "RUU PKS memberi payung hukum yang lebih kuat," katanya.
Sayang, hingga hari ini RUU tersebut belum juga dibahas. Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Vennetia Danes menjelaskan, DPR berjanji menyelesaikan RUU PKS pada periode ini.
"DPR akan membahas daftar inventaris masalah (DIM) setelah 17 April (sesudah pemilu, Red)," kata dia. (lyn/c11/oni/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Astaga, Ibu Guru Cantik Cekoki Mantan Siswa dengan Foto Syur
Redaktur & Reporter : Natalia