jpnn.com - JAKARTA – Salah satu pekerjaan rumah (PR) Komisi VII DPR yang paling sulit dikerjakan saat ini adalah revisi UU Migas.
Bertahun-tahun aturan itu tidak kunjung selesai, termasuk pada 2016.
BACA JUGA: Sri Mulyani: Kalau Ada Yang Berkhianat, Harus Dihilangkan!
Meski demikian, berbagai usulan agar revisi itu terus berjalan tidak berhenti.
Dosen UGM yang juga mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi mengatakan, revisi harus berjalan untuk menentukan arah kebijakan energi ke depan.
BACA JUGA: Pangkas Biaya Logistik, Menhub Minta Angkutan Penyeberangan Dioptimalkan
Termasuk, menentukan posisi Pertamina sebagai national oil company (NOC) yang 100 persen sahamnya dikuasai negara.
’’Revisi UU Migas harus memberikan privilege kepada Pertamina,’’ katanya di Jakarta.
BACA JUGA: Revitalisasi Angkutan Penyeberangan, Menhub Libatkan Swasta
Ada tiga keutamaan yang harus diberikan kepada Pertamina untuk menjalankan bisnis migas sebagai wakil negara.
Pertama, terkait pemberian hak utama dalam penawaran lahan migas baru.
Kedua, hak utama untuk mengakuisisi partisipasi interest (existing contract).
Kemudian ketiga terkait hak mengelola lahan yang kontraknya sudah berakhir (expiring contract).
Selain itu, RUU Migas juga perlu memperhatikan posisi kelembagaan SKK Migas sebagai pengganti BP Migas yang sudah dibubarkan MK.
Jika mengikuti keputusan MK, SKK Migas memang harus dibubarkan. Namun, dia menyarankan agar SKK Migas tidak sepenuhnya hilang karena fungsi dan kewenangannya diberikan kepada Pertamina.
’’Kalau ingin memperkuat posisi Pertamina, maka itu lebih tepat,’’ kata Fahmy.
Dia menambahkan, opsi itu punya beberapa kelebihan.
Pertamina nantinya bisa menjadi tulang punggung negara dalam mengelola sumber daya migas.
BUMN energi itu bisa makin handal untuk menjadi wakil negara di level upstream.
Cara itu, juga membuat Pertamina nantinya memiliki kemampuan kapitalisasi aset besar karena leverage keuangan yang tinggi.
’’Pertamina punya keleluasaan dalam manajemen portofolio upstream, dan bisa bertindak sebagai regulator, kontrol serta operator,’’ ungkapnya.
Fahmy juga berharap agar RUU migas yang lebih dari enam tahun tertunda segera dibereskan.
Semakin tertunda, berarti makin tidak jelas kelembagaan migas. Khawatirnya, dimanfaatkan mafia migas.
Di kesempatan yang sama, Koordinator Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah juga memberikan desakan serupa.
Dia kecewa karena selama ini komitmen yang disampaikan DPR hanya sebatas wacana.
Meski demikian, dia masih berharap agar revisi selesai secepatnya.
’’Setidaknya sampai akhir masa sidang ini sudah ada draft Revisi UU Migas versi DPR untuk kemudian segera dibahas bersama pemerintah,’’ jelasnya. (dim/flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Optimalkan Pangkalan Udara, Kemenhub Bakal Koordinasi dengan TNI AU
Redaktur : Tim Redaksi