jpnn.com, YOGYAKARTA - Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar memastikan RUU Omnibus Law sektor LHK yang sedang dirumuskan pemerintah tidak akan melupakan prinsip-prinsip lingkungan.
Saat ini KLHK berkepentingan pada pembahasan RUU Cipta Kerja terutama pada pasal UU 41 tahun 1999, UU nomor 32 tahun 2009, dan UU nomor 18 tahun 2013.
BACA JUGA: RUU Omnibus Law Mempermudah Jalannya Program Pemerintah
Pada ketiga UU tersebut terdapat pasal yang dilakukan penyesuaian norma, penghapusan norma, dan penambahan norma baru.
Meski begitu, Menteri Siti memastikan rancangan peraturan baru itu tetap memerhatikan semua prinsip dalam lingkungan dan kehutanan Indonesia.
Menurut Menteri Siti, RUU Omnibus Law ingin merumuskan agar semua wewenang ada di presiden sebagai kepala pemerintahan, dengan pelaksananya dikerjakan di jajaran kementerian serta jajaran pemerintah daerah. Bukan berarti, pemerintah menarik wewenang di daerah.
Karena itu, semua hal yang berkaitan untuk menjaga lingkungan dan kehutanan tidak akan diabaikan meski perizinan berusaha diberikan pada masyarakat. Justru semakin diperketat pengawasannya lewat standar yang diatur di Omnibus Law.
BACA JUGA: RUU Omnibus Law: Menteri LHK Siapkan Langkah Enforcement Lingkungan
"Pelaksanaannya tetap ada di kementerian dan kepala daerah. Jadi jangan lupa. Presiden itu adalah kepala negara, kepala pemerintahan. Jadi pengertian bahwa wewenang ditarik itu ke pusat itu enggak benar. Karena pengertiannya yang ingin ditegaskan di UU ini adalah seluruh wewenang apapun di kepala pemerintahan yaitu presiden. Tetapi pelaksanaannya di atur dalam PP. Gak benar bahwa itu ditarik. Kewenangan kepala daerah tetap," papar Menteri Siti.
Terkait sektor lingkungan dan kehutanan di RUU Omnibus Law, kata Menteri Siti, akan ditetapkan dalam standar khusus di perizinan berusaha.
Termasuk soal amdal, akan masuk dalam standar yang harus dipatuhi dan dijalani pihak yang mengajukan perizinan berusaha.
Setelah standar diberikan, maka jika ada pihak yang melanggar akan dikenai sanksi sesuai aturan hukum yang diatur di undang-undang tersebutm
"Pengawasan lingkungannya gimana? begini tadi kan dibilangin pada hal-hal tertentu ditetapkan dalam bentuk standar. Berarti standar ditentukan duluan. Standarnya ditentukan pemerintah sekarang. Maka dalam prosesnya dalam usaha, kalau tidak sesuai standar maka dia akan kena. Kena sanksi," tegas Menteri Siti.
Sebagai suatu standar, sambung Menteri Siti, akan ada standarisasi untuk formulir Kerangka Acuan (KA), dan standar untuk formulir UKL-UPL.
Pelaksanaan sistem kajian dampak juga akan dilakukan dengan melibatkan para ahli dalam suatu lembaga yang bertugas untuk melakukan uji kelayakan lingkungan terhadap dokumen AMDAL.
Selain itu dilakukan penataan ulang pelibatan masyarakat. Karena selama ini pelibatan masyarakat dalam skala luas banyak diboncengi kepentingan yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan warga yang terkena dampak.
Jadi, tegasnya, pelibatan masyarakat tidak hilang dalam Omnibus Law, tetapi diatur lebih tepat sasaran dengan melibatkan masyarakat yang memang terdampak langsung dengan rencana kegiatan usaha.
Maka dengan demikian melalui RUU Omnibus Law akan memuat perlindungan lingkungan hidup (environmental safeguard) mulai dari hulu hingga ke hilir untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Standar ini dibuat dari pemerintah pusat dan wajib diikuti oleh daerah. Dengan begini pengawasan dan penegakan hukum tentu akan jadi lebih kuat.
"Bagaimana cara mengawasinya, ya berarti birokrasinya juga harus berubah. Harus berubah pola kerja harus berubah juga. Yang kami siapkan di KLHK, kami perkuat pengawasannya," tambahnya.
Untuk itu, KLHK akan membentuk Badan Pengendalian Standar Instrumen dan Peralatan. Ini diubah dari sebelumnya diubah dari Badan Riset Inovasi yang juga di bawah KLHK
Semua pengawasan dan kontrol perizinan berusaha akan dilakukan di badan tersebut. Ada tiga lapis pengawasan intens yang dilakukan agar semua izin usaha berjalan sesuai standar yang diatur pemerintah.
Mulai dari pengawasan pembinaan, kemudian pengawasan reguler dan pengawasan sebelum penegakan hukum.
Jika sudah ada pelanggaran berat, Menteri Siti, memastikan bisa ada pencabutan izin usaha.
"Pengawasan sebelum penegakan hukum misalnya ada pengaduan serius, ada masalah yang cukup berat, perlu diinvestigasi. Maka akan diinvestigasi. Jadi jika dalam pengawasan itu ada ditemukan perizinan berusaha yang melanggar standar pemerintah maka bisa terkena sanksi sesuai UU Lingkungan. Sanksi-sanksi hukum masih sama, tidak akan berubah. Kalau langgar, ya kena," pungkas Menteri Siti. (jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia