jpnn.com, JAKARTA - RUU Omnibus Law Cipta Kerja mengatur bahwa perusahaan pemegang izin tetap konsesi berkewajiban menjaga dan mencegah kawasan konsesinya dari ancaman kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
''Pernyataan ini untuk menjawab pertanyaan, bahwa pasal 49 dalam UU Kehutanan tidak dicabut dalam penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, tapi diubah dengan mewajibkan korporasi melakukan pencegahan karhutla di kawasan konsesinya,'' kata Tenaga Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Ilyas Asaad, melalui pernyataan tertulisnya yang diterima di Bogor, Sabtu (29/2).
BACA JUGA: KLHK Ajak Media Massa Bertukar Pikiran tentang RUU Omnibus Law
Ilyas Asaad menjelaskan, RUU Omnibus Law Cipta Kerja semangatnya untuk penyederhanaan regulasi. Sehingga aturan dalam satu pasal bukan berarti menghilangkan norma hukum secara keseluruhan, tapi pasal 49 itu tidak terlepas dari pasal 50 dan pasal 78 dalam undang-undang yang sama.
Perubahan pada pasal 49 dari "bertanggung jawab terhadap terjadinya kebakaran" menjadi "wajib melakukan pencegahan dan pengendalian" harus dilihat kaitannya dengan pasal 50 yang telah mengatur larangan membakar. Bahkan sanksi pidana bagi pembakar juga diatur dalam pasal 78 ayat 2 dan ayat 3.
BACA JUGA: RUU Omnibus Law, Menteri Siti: Usaha yang Melanggar Standar, Bisa Kena Sanksi
"Dengan demikian, larangan membakar menjadi lebih luas bukan hanya bagi pemegang izin," katanya.
Tenaga Ahli Menteri KLH Bidang Legislasi, Legal, dan Advokasi ini menjelaskan, dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja juga dibedakan antara sengaja dan lalai.
BACA JUGA: Rusia Bantai Tentara Turki di Suriah, Sekjen PBB Panik
''Tanggung jawab perusahaan dalam karhutla justru makin berat, yakni dilarang membakar juga wajib melakukan pencegahan dan pengendalian kebakaran. Jadi, membaca RUU Omnibus Law ini harus secara utuh, karena antara pasal per pasal saling berkaitan,'' kata Ilyas.
Menurut dia, pasca-karhutla 2015, Kementerian LHK telah melakukan berbagai langkah korektif pengawasan pada perusahaan secara ketat, terutama pada lahan gambut.
"Langkah korektif itu seperti pembuatan dokumen rencana pemulihan ekosistem gambut. Ini juga bagian dari upaya holistik pencegahan karhutla di areal konsesi," katanya.
Tim Ahli Omnibus Law bidang LHK ini, menambahkan, dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja diperkuat lagi penegasan tentang pencegahan, menjadi tanggung jawab perusahaan.
Konsesi hutan tanaman industri (HTI), kata dia, juga diperintahkan untuk melakukan kontrol dan menjaga karhutla hingga radius 2-5 km di luar batas konsesinya.
Ilyas juga menjelaskan, penegakan hukum lingkungan terhadap perusahaan, bukan untuk mengejar kesalahan, tapi memberi efek jera sekaligus melakukan pembinaan. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo