RUU Omnibus Law, Tak Ada yang Bisa Bermain-Main lagi di Urusan Amdal

Sabtu, 29 Februari 2020 – 17:25 WIB
Sekjen KLHK Bambang Hendroyono menjelaskan tentang RUU Omnibus Law sektor LHK. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, YOGYAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memastikan tidak ada penghapusan soal aturan Amdal di RUU Omnibus Law bidang LHK.

Menurut Sekjen KLHK Bambang Hendroyono, justru melalui RUU Omnibus Law, pemerintah menyederhanakan prosedur perizinan berusaha terkait amdal yang dulunya berbelit-belit dan rentan dimanfaatkan oknum tertentu untuk melakukan penyimpangan.

BACA JUGA: Guru Besar UGM: Tidak Ada Penghapusan Amdal di RUU Omnibus Law

Melalui penyederhanaan prosedur itu, maka celah untuk penyimpangan oleh oknum akan tertutup karena semua prosedur diselesaikan dalam satu pintu yang disebut sebagai paket perizinan berusaha.

Dalam RUU Omnibus Law akan dibuat standar perizinan berusaha, yang berlaku di seluruh Indonesia tanpa terkecuali.

BACA JUGA: RUU Omnibus Law Mempermudah Jalannya Program Pemerintah

"Tidak ada penghapusan Amdal. Meskipun nomenklatur izin lingkungan dihilangkan, tetapi substansi muatan dari izin lingkungan tersebut tidak dihilangkan. Namun, masuk dalam perizinan berusaha. Semangat yang diusung RUU Omnibus Law adalah penyederhanaan regulasi tanpa mengabaikan prinsip lingkungan, untuk menjaga lingkungan kita," tegas Bambang dalam kegiatan Media Gathering KLHK Sosialisasi RUU Omnibus Law sektor Lingkungan dan Kehutanan di Yogyakarta, Sabtu (29/2).

Tadinya sebelum RUU Omnibus Law dirumuskan, izin usaha yang diajukan masyarakat harus melalui beberapa tahap yang cukup panjang dan memakan waktu lama.

BACA JUGA: Omnibus Law Cipta Kerja: Karhutla di Area Konsesi Jadi Tanggung Jawab Perusahaan

Dulu, prosedur soal izin usaha dan amdal terpisah sehingga cenderung bisa menjadi celah yang dimanfaatkan oknum untuk melakukan penyimpangan.

Namun, di RUU ini akan disederhanakan serta pendekatan perizinan lingkungan dilakukan berbasis pendekatan risiko. Pemberian izin setiap kegiatan dan usaha dilihat potensi risikonya oleh pemerintah pusat sebagai pembuat standar dalam PP.

Omnibus Law membagi risiko menjadi risiko tinggi, sedang dan rendah atau risiko kecil.

Risiko tersebut akan dibuatkan standar baku mutunya. Risiko tinggi wajib dilakukan Amdal. Kemudian risiko sedang dampak dikelola melalui UKL dan UPL.

Selanjut untuk izin berusaha risiko rendah dilakukan dengan sistem registrasi melalui standar baku sebagai alat kontrol.

"Dalam RUU Omnibus Law, persetujuan dokumen AMDAL dalam bentuk Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup akan diintegrasikan ke dalam perizinan berusaha. Konsep rumusan ini pada dasarnya memposisikan persyaratan dan kewajiban dari aspek lingkungan menjadi lebih powerful," sambungnya.

Pengawasan untuk setiap perizinan berusaha juga menjadi lebih mudah karena semua dilakukan satu pintu serta terintegrasi dalam satu paket.

Termasuk soal penegakan hukum juga menjadi lebih jelas karena setiap satu paket perizinan berusaha yang melanggar aturan bisa terkena sanksi sesuai UU tersebut.

Kewajiban KLHK dalam hal ini, nantinya adalah menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk memastikan integrasi kewajiban dalam persyaratan aspek lingkungan yang terdapat dalam AMDAL dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) termuat dalam perizinan berusaha.

Amdal, kata Bambang, tidak lagi diposisikan sebagai syarat kunci memulai izin usaha, tapi menjadi standar yang wajib dipenuhi para pelaku usaha.

"Standar ini akan berlaku sama di semua daerah, tidak lagi beda daerah beda aturan. Dengan begitu menutup peluang ada yang main-main dengan ini. Kalau tidak memenuhi persyaratan aspek lingkungan, lewat RUU Omnibus Law, maka izin usahanya bisa dicabut," tutur Bambang

Di kesempatan yang sama Guru Besar Universitas Parahyangan Prof Asep Warlan Yusuf mengatakan RUU Omnibus Law justru menjawab protes masyarakat yang selama ini mengeluhkan rumitnya prosedur perizinan berusaha.

"Dulu kan sifatnya otonom di masing-masing daerah. Sekarang lewat RUU ini diatur terpusat dan terintegrasi. Tidak ada lagi ego daerah karena aturannya soal perizinan berusaha ama disamakan. Selama ini prosedur berjalan lama kan rentan terjadi penyimpangan," kata Asep.

Dia meyakini melalui RUU Omnibus Law akan meminamalisir konflik dan persoalan tumpang tindih pemberian izin berusaha di daerah.

Pemerintah, kata dia, juga lebih mudah mengawasi perizinan berusaha yang telah terintegrasi tersebut.

"Nah sekarang di Omnibus Law dibuat sistem perizinan lebih tertata dan pemerintah lebih kuat lagi dalam mengatur perilaku masyatakat tanpa mengabaikan prinsip lingkungan," pungkas Prof Asep. (jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler