jpnn.com - JAKARTA - Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu Lukman Edy mengkritisi minimnya perubahan soal kebijakan afirmasi, 30 persen kuota perempuan di parlemen.
"Di dalam RUU Pemilu tidak ada perubahan tentang kebijakan afirmasi kepada perempuan," kata Lukman Edy di kompleks Parlemen Jakarta, Senin (28/11).
BACA JUGA: Politikus PAN Curiga Masih Banyak TKA Ilegal Berkeliaran
Padahal, kata politikus PKB itu, kelemahan mendasar dari UU yang mengatur tentang kebijakan afirmasi sebelumnya, karena tidak ada aturan yang operasional bagaimana caranya mengawal keterwakilan minimal 30 persen perempuan tersebut bisa terwujud.
"Kebijakan afirmasi tentang keterwakilan perempuan baru sebatas pada proses pencalonan, bukan keterwakilannya itu sendiri," tegasnya.
BACA JUGA: Ikut Upacara HUT KORPRI, PNS Wajib Pakai Baju Adat
Karena itu, wakil ketua komisi II DPR ini mengusulkan agar norma yang mengatur jumlah 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen harus implementatif, operasional. Sehingga, sistem yang dibuat harus pada akhirnya memenuhi persentase tersebut.
Dia menjelaskan bahwa sitem pemilu yang lalu secara statistik menunjukkan caleg yang terpilih di parlemen hampir 60 persen diisi oleh mereka yang memiliki nomor urut 1, sementara sebagian besar perempuan ditempatkan pada nomor urut rata-rata pada urutan 3, 5 dan seterusnya.
BACA JUGA: Batal Cecar Kapolri Soal Makar, Politikus PKS Kecewa
Oleh karena itu bisa saja opsinya adalah menjamin adanya 30 persen perempuan di nomor urut 1 pada miminal 30 persen dari total dapil (Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota).
"Atau opsi lainnya, yang penting pada akhirnya 30 persen dari anggota parlemen pusat maupun daerah di isi oleh kaum perempuan," jelasnya.
Kemudian, tambahnya, hal lain yang bisa dilakukan dalam rangka kebijakan afirmasi misalnya, memberikan insentif aggaran dari APBN/APBD bagi caleg perempuan terutama pada dapil yang menempatkan wanita di urutan satu.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sempat Tertunda, KPK Lanjut Sita Aset Nazaruddin
Redaktur : Tim Redaksi