RUU Pemilu, Pemerintah Harus Legawa Terima Keputusan Politik DPR

Sabtu, 15 Juli 2017 – 20:35 WIB
Pemilu 2019. ILUSTRASI. FOTO: JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Rapat paripurna DPR RI 20 Juli 2017 untuk pengambilan keputusan lima isu krusial Rancangan Undang-undang Pemilihan Umum (Pemilu) akan digelar dengan musyawarah mufakat. Jika tidak, maka langkah voting harus ditempuh. Voting bisa dilakukan terbuka atau tertutup.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan Partai Gerindra tetap menginginkan presidential threshold (PT) nol persen.

BACA JUGA: Pengerjaan Proyek Nasional Jangan Sembarangan

Menurut dia, itu sudah sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang secara otomatis menyatakan threshold sudah tidak diperlukan lagi.

Menurutnya pula, tidak mungkin memakai PT pemilihan presiden (pilpres) 2014, 2009, atau 2004.

BACA JUGA: Perencanaan Konstruksi Jalan Tol Palindra Tidak Holistik

“Karena itu sudah dipakai dan sudah basi,” kata Fadli di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7).

Dia mengatakan, dari sisi logika hukum dan politik sikap pemerintah yang bertahan di PT 20 persen sangat aneh. Sebab, hal sangat tidak masuk akal. “Saya kira mereka mempunyai rancangan politik jangka pendek untuk menciptakan satu kondisi di mana kalau perlu dia bisa maju secara tunggal,” ujarnya.

BACA JUGA: Pariwisata Humbahas Harus Ditunjang Pembangunan Infrastruktur

Menurut Fadli, apa pun yang dihasilkan paripurna 20 Juli nanti rawan digugat masyarakat yang punya legal standing. Namun, dia menegaskan, pada 20 Juli itu sudah harus ada keputusan dan tidak ada negosiasi lagi. “Kalau tidak mufakat maka harus voting,” tegasnya.

Dia menegaskan, jika pemerintah menolak maka tidak bisa lagi kembali kepada pemberlakuan UU lama. Ini mengingat sudah ada putusan MK yang final dan mengikat.

“Final dan mengikat itu di mana kalau kita kembali ke UU lama?” kata Fadli. Kemudian, lanjut dia, untuk apa selama ini buang-buang energi, waktu dan biaya untuk membicarakan RUU Pemilu tapi pada akhirnya ingin kembali ke UU yang lama. Seperti diketahui, putusan MK menyatakan pilpres dan pileg 2019 digelar secara bersamaan. Oleh sebab itu penerapan PT menjadi mustahil dengan sendirinya.

Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu Yandri Susanto mengatakan, jika tidak tercapai mufakat maka keputusan akan diambil dengan suara terbanyak di paripurna nanti.

Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) di DPR itu menambahkan, pemerintah harus bisa menerima apa pun keputusan politik DPR. “Tapi kalau misalnya faktanya nanti presidential threshold tidak 10 persen kemudian pemerintah menarik diri tentu sangat disayangkan,” kata Yandri di Cikini, Jakarta, Sabtu (15/7).

Sebab, Yandri menegeskan, RUU Pemilu ini bukan hanya membahas satu isu yakni PT saja. Banyak isu lain yang bisa menaikkan derajat demokrasi Indonesia.

“Jangan sampai 500 lebih pasal (di RUU Pemilu) itu tersandera gara-gara presidensial threshold,” kata Yandri.

Menurut dia, pengambilan keputusan 20 Juli tidak bisa lagi diundur. Jika tidak, maka akan menggangu tahapan pemilu. KPU dan Bawaslu harus segera membuat PKPU dan Perbawaslu. Tahapan pileg dan pilpres harus segera dimulai.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Fadli Zon Was-was Ada Penguasa Belajar Jadi Diktator Lewat Perppu Ormas


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler