JAKARTA - Berbagai persyaratan yang menjadi prakondisi reshuffle kabinet saat ini sudah terpenuhiPengamat politik Eep Saefulloh Fatah mengemukakan tiga kunci terjadinya perombakan kursi menteri
BACA JUGA: Ical Tengok Syamsul di Rutan Salemba
Tiga kunci tersebut adalah terdapatnya harapan publik, tersedianya momentum, dan adanya kesempatan."Dilihat dari sisi itu, harapan publik (akan) adanya perbaikan dalam susunan kabinet memang sangat tinggi belakangan ini," kata Eep di Jakarta, Jumat (22/10)
BACA JUGA: Penembak Mahasiswa Polisi Non-Seragam
"Kesempatan juga tersedia," imbuh direktur PolMark Indonesia tersebut.Menurut Eep, momentum itu tersedia karena saat hendak direkrut Presiden SBY, menteri harus menandatangani kontrak kinerja
BACA JUGA: SBY Lantik Timur, Jakgung Tunggu Ketua KPK Baru
"Pada 20 Oktober ini kan satu tahun pemerintahan (presiden dilantik, Red)Atau, kalau dihitung sejak kabinet diumumkan, ya 22 OktoberArtinya, masa satu tahun sudah berjalan dan mestinya ini kesempatan yang terbuka (untuk reshuffle, Red)," ujar Eep.
Tantangannya, sambung dia, apakah reshuffle itu sekadar pencitraan atau benar-benar menjadi sarana perbaikan pemerintahan ke depan"Saya berharap pilihannya yang kedua," tegas pria kelahiran Cibarusah, Bekasi, 13 November 1967, tersebut.
Eep mengatakan, presiden harus konsisten menggeser menteri yang kinerjanya terbukti paling rendahSelanjutnya, mendatangkan orang baru yang bukan hanya representatif secara politik, tapi juga bisa memberikan jaminan bahwa di tangannya suatu kementerian akan menjadi lebih baik.
"Kalau presiden mau me-reshuffle kabinetnya, sebaiknya bicarakan saja sejak awal secara terbuka hasil evaluasi terhadap menteri-menteri itu," saran EepDia mengingatkan bahwa presiden sudah memiliki instrumen formal, yakni Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang diketuai Kuntoro Mangkusubroto"Tapi, pada akhirnya, ini hak prerogatif presidenKita tidak bisa memaksa presiden melakukan apa yang dia tidak mau atau tidak dia kehendaki," tuturnya.
Terkait dengan isu merapatnya PDIP ke SBY, dia berpendapat bahwa komposisi koalisi saat ini sudah lebih dari cukupUntuk membuat presiden bekerja lebih baik, pilihannya justru memperkecil jumlah partai yang ikut berkoalisi, bukan memperbesar.
Dengan (koalisi) partai yang sekarang ini menguasai sekitar 75,5 persen kursi DPR, Eep menilai, presiden kerepoten membangun disiplin koalisiJadi, dengan memperkecil jumlah partai yang ikut berkoalisi, presiden secara tidak langsung sudah memperbaiki kinerja pemerintahannya"Kalau saja presiden bersedia menjadi petarung politik yang bekerja keras dan cerdas, dia sebetulnya cukup dengan dukungan 60 persen partai sajaArtinya, dengan mengurangi komposisi koalisi sekarang sekitar 15 persen, presiden masih aman," paparnya.
Partai mana saja yang relevan dipangkas? "Saya tidak punya data untuk mengatakan partai ini yang lebih tepat disingkirkan atau partai itu yang tidak," jawab Eep, lantas tersenyum(pri/c3/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Misteri Pohon Tumbang di KPK
Redaktur : Tim Redaksi