jpnn.com - JAKARTA – Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) ketika masa kampanye pilpres mematok target pertumbuhan ekonomi 7 persen. Target tersebut tidak akan tercapai dalam waktu dekat.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Andrinof Chaniago mengatakan, pemerintah realistis dengan target pertumbuhan ekonomi 2016 yang diperkirakan hanya akan berada di level 6,0–6,6 persen.
BACA JUGA: Sarankan Pemerintah Tempuh Tax Amnesty Ketimbang Terapkan Sunset Policy
”Memang masih di bawah 7 persen. Tapi, sudah lebih tinggi dari tahun ini,” ujarnya kepada Jawa Pos, Selasa (14/4).
Menurut Andrinof, proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut sudah disampaikan dalam sidang kabinet paripurna yang membahas rencana kerja dan anggaran pemerintah 2016 Senin malam (13/4).
BACA JUGA: 30 Daerah Tandatangani Komitmen Pengembangan Transmigrasi
Presiden Jokowi pun sudah meminta seluruh menteri untuk terus mempercepat pembangunan tahun ini agar bisa menjadi pijakan yang kuat bagi perekonomian tahun depan. ”Masih ada delapan bulan untuk bergerak cepat tahun ini,” katanya.
Andrinof mengakui, untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 5,7 persen tahun ini pun, pemerintah harus bekerja keras. Banyak pihak memproyeksi ekonomi Indonesia tahun ini tidak mencapai target 5,7 persen. Misalnya Bank Dunia yang menyebut ekonomi Indonesia tahun ini hanya akan tumbuh di kisaran 5,2 persen.
BACA JUGA: Kemenhub dan KAI Bahas Tambahan KA Lebaran di Bandung
”Saya sudah baca proyeksi Bank Dunia. Tapi, kami optimistis dengan (target) 5,7 persen. Kalaupun meleset, masih akan di kisaran 5,6 persen,” ucapnya.
Dia menyatakan, realisasi pertumbuhan ekonomi tahun ini bakal menjadi parameter untuk mengevaluasi target pertumbuhan ekonomi tahun depan. Karena itu, target 6,0–6,6 persen akan disampaikan kepada seluruh menteri dan kepala daerah dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) nasional, kemudian DPR sebagai bagian dari persiapan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016.
Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menambahkan bahwa pihaknya saat ini memang mematangkan angka-angka yang akan digunakan sebagai asumsi makro untuk pembahasan RAPBN 2016 dengan DPR. ”Termasuk pertumbuhan ekonomi yang menjadi indikator utama,” ujar dia.
Askolani mengakui, pada awalnya pemerintah sempat mematok target pertumbuhan ekonomi di angka 6,3–6,9 persen pada 2016. Namun, melihat berbagai perkembangan ekonomi nasional dan global sepanjang empat bulan pertama pada 2015, pemerintah menurunkan target proyeksi menjadi 6,0–6,6 persen.
”Tantangannya ada di perekonomian global, termasuk harga komoditas yang belum membaik,” papar dia.
Selain target pertumbuhan ekonomi, pemerintah juga sudah menyiapkan proyeksi asumsi makro pada 2016. Yakni, laju inflasi 3–5 persen, tingkat bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan 4–6 persen, nilai tukar rupiah 12.700–13.100 per USD, harga minyak mentah Indonesia (ICP) USD 60–80 barel, serta lifting minyak 830–850 barel per hari dan gas 1,1 juta–1,2 juta barel setara minyak per hari.
”Ini angka awal. Bisa saja nanti direvisi sesuai perkembangan terbaru sebelum presiden menyampaikan draf RAPBN 2016 ke DPR Agustus mendatang,” jelas Askolani.
Sebelumnya, ekonom utama Bank Dunia di Indonesia Ndiame Diop menyebutkan, target pertumbuhan ekonomi yang disusun pemerintah saat ini kurang realistis. Menurut dia, dengan kondisi global seperti saat ini, mengejar target 5,7 persen pun sudah sangat sulit.
Bahkan, Bank Dunia hanya memproyeksi ekonomi tahun ini maksimal tumbuh di kisaran 5,2 persen. ”Tapi, dalam kondisi global saat ini, (ekonomi tumbuh) 5,2 persen itu tidaklah buruk,” ujarnya. (owi/c11/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bangun 1 Juta Rumah? DPR: Mimpi Kali, Anggaran Belum Tersedia
Redaktur : Tim Redaksi