Saat Menteri Siti Hingga Bill Gates Bahas Bumi yang Kritis

Rabu, 13 Desember 2017 – 11:52 WIB
Menteri LHK Siti Nurbaya memimpin delegasi Indonesia di One Planet Summit di Paris. Foto: source for JPNN.com

jpnn.com, PARIS - Negara-negara di dunia termasuk Indonesia telah melakukan langkah bersejarah dengan melahirkan keputusan bersama perjanjian Paris untuk menyikapi ancaman perubahan iklim yang kian nyata dihadapi manusia. Perjanjian Paris tersebut juga diratifikasi Indonesia dalam bentuk UU.

Setelah dua tahun berlalu, Presiden Republik Prancis, Emmanuel Macron, menjadi tuan rumah pertemuan puncak One Planet Summit yang berlangsung dari tanggal 12-14 Desember.

BACA JUGA: Nostalgia Menteri Siti dan PM Norwegia di Istana Prancis

Agenda ini dihadiri puluhan pemimpin dunia, serta sejumlah tokoh kunci pendukung perubahan iklim, termasuk pendiri Microsoft Bill Gates, Arnold Schwarzenegger dan Michael Bloomberg.

Agenda yang juga dihadiri Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim, dan Sekjen PBB, Antonio Guterres ini akan membahas keadaan bumi yang kian kritis. Kesadaran bersama setelah perjanjian Paris, diharapkan dapat maju ke langkah lebih konkrit. Termasuk memusatkan perhatian pada dukungan finansial negara dan swasta, agar dapat berinovasi menyesuaikan agenda perubahan iklim.

BACA JUGA: KLHK Anggap RAPP Menghindar dari Kewajiban

''Komitmen Indonesia pada perubahan iklim sudah sangat jelas. Kita juga akan maksimalkan upaya penurunan emisi melalui upaya konservasi keanekaragaman hayati,'' kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, Selasa (12/12).

Menteri LHK Siti Nurbaya hadir mewakili Presiden RI dalam agenda penting tersebut. Turut dalam delegasi Indonesia, Menteri Keuangan dan Menteri ESDM.

BACA JUGA: KTT Perubahan Iklim, Menteri Siti Libatkan DPRD Riau

Menjelang gelaran KTT One Planet Summit dimulai, Menteri Siti Nurbaya telah memulai pertemuan dengan Menteri Ekologi dan Transisi Inklusif Perancis, Nicolas. Pada pertemuan itu mereka membahas tentang potensi energi baru dan terbarukan.

''Indonesia menjelaskan rencana umum energi Nasional dan perkembangan geothermal, micro hydro serta energi matahari,'' ungkap Menteri Siti.

Perancis dikatakannya, telah menawarkan kerjasama bidang energi. Sebagai ngara yang akan mengakhiri penggunaan bahan bakar dari fosil tahun 2040 itu, Perancis saat ini mulai mendorong konservasi keanekaragaman hayati melalui restorasi ekosistem.

Dalam jamuan makan malam Presiden Perancis yang dihadiri seluruh delegasi, di Grand Palais Paris, Menteri LHK juga bertemu dengan Menteri Lingkungan Brasil, Kolumbia, CEO SAM Norwegia, hingga Bill Gates.

''Saya juga sempat berbincang dengan PM Norwegia, Erna Solberg, membahas beberapa isu penting. Beliau pernah mengunjungi masyarakat adat di Jambi pada April 2015,'' kata Menteri Siti.

Indonesia telah memainkan peran kunci dalam agenda perubahan iklim dunia. Di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, pemerintah Indonesia terus melakukan aksi nyata memenuhi target penurunan emisi dengan 23 persen bauran energi sektor energi.

Pemerintah Indonesia juga mengimbau negara maju ikut aktif membantu Indonesia dalam upaya memperkecil efek perubahan iklim. Karena Indonesia memiliki ekosistem mangrove atau hutan bakau sebesar 3,1 juta hektare atau 23 persen dari total mangrove di dunia yang menyumbang oksigen ke dunia.

April 2018 mendatang, Indonesia juga akan menjadi tuan rumah forum Konferensi Tingkat Tinggi Hutan Hujan di Negara-negara Asia Pasifik (Asia-Pacific Rainforest Summit/APRS).

Kegiatan yang rencananya berlangsung di Yogyakarta tersebut diharapkan mendukung penguatan pengelolaan hutan hujan secara global, sebagai kerangka dasar kegiatan penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi di wilayah Asia Pasifik.

Menurut Menteri Siti, aspek hutan sangat penting dalam pencapaian target National Determination Contribution (NDC) Indonesia, karena 17 persen dari target 29 persen penurunan emisi GRK berasal dari sektor kehutanan.

Siti menyampaikan Indonesia menggunakan program Perhutanan Sosial sebagai salah satu aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, karena hutan merupakan tempat bergantung masyarakat sekitar hutan.

“Kami (Indonesia) membangun Perhutanan Sosial, yang bisa mengakomodasi kebutuhan masyarakat, dan konsep kewarganegaraan. Banyak hal yang harus dilakukan dan kami bersyukur bahwa program ini didukung oleh banyak pihak seperti komunitas, aktivis, LSM, dan sektor swasta,'' ujarnya. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menanam Pohon tak Lagi Seremoni, Ini Terobosan KLHK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler