jpnn.com, JAKARTA - Dukungan gelar pahlawan nasional untuk Sabam Sirait terus mengalir dari berbagai lapisan masyarakat. Anggota DPR Andreas Hugo Pareira, wartawan senior J. Osdar, dan Bambang Harymurti mendukung almarhum Sabam Sirait menjadi pahlawan nasional.
“Kami dukung supaya Sabam Sirait bisa sampai keputusan dan menjadi pahlawan nasional,” kata Andreas Hugo Pareira dalam diskusi bertema "Sabam Sirait: Kebebasan Pers dan Relevansinya Kini" di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (24/3).
BACA JUGA: Adian Napitupulu: Sabam Sirait Sahabat Semua Orang
Politikus PDI Perjuangan ini mengaku mengenal Sabam Sirait dari Maruarar Sirait, putra Sabam.
Dia mengingat kali pertama bertemu Sabam Sirait pada 1985.
BACA JUGA: Bobby Nasution Mendukung Sabam Sirait jadi Pahlawan Nasional
Andreas sejak kuliah mengidolakan politisi dan anggota DPR dari PDI, seperti Sabam Sirait, Aberson Sihaloho, dan lainnya.
Dia menjelaskan pada suatu waktu, Bang Sabam Sirait berbicara soal Waduk Kedungombo kepada wartawan yang berkerumun mengelilinginya.
BACA JUGA: Semoga Sabam Sirait segera Menjadi Pahlawan Nasional
“Saya dengarkan luar biasa pembelaannya,” kata Andreas mengenang persinggungan pertama dengan pendiri PDI itu.
Bagi Andreas, Sabam Sirait merupakan orang yang memahami res publica, keadilan dan kebenaran dengan kasih.
Dia pun banyak mendapatkan nasihat dari Sabam Sirait.
Menurutnya, Sabam Sirait mengajarkan bahwa berdemokrasi itu tidak hanya pemimpin tetapi belajar jadi pengikut.
“Tahun 2005, saat saya dilantik sebagai anggota PAW menggantikan Novianti Nasution, Pak Sabam dilantik juga bersama. Dia (Sabam Sirait) bilang, “Andre, kau jangan belajar pemimpin tetapi kau harus berani belajar pengikut. Itu luar biasa, baru kali ini saya dengar,” tambah Andreas.
Dia pun mengenang momen saat Sabam Sirait melakukan interupsi pada Sidang Umum MPR.
Menurut dia, Sabam melakukan interupsi itu bukan untuk menjadi populer.
“Itu luar biasa. Interupsi ini dilihat seluruh dunia, belum ada sejarahnya waktu itu berani melawan Orde Baru di DPR,” katanya.
Lebih lanjut, Sabam juga menekankan pentingnya keterbukaan informasi publik dan kebebasan pers. Kebenaran itu muncul melalui dialog atau interaksi memperoleh kebenaran.
“Bang Sabam selalu bilang parle-parle itu tugas bicara, kalau tidak bicara buat apa di sini (parlemen). Saya banyak belajar dari dia. Bang Sabam punya panggilan hidup dalam politik. Saya menyaksikan itu,” kata Andreas Hugo Pareira.
Sementara, mantan wartawan senior Kompas J. Osdar dalam forum yang sama mengenang peristiwa Sidang Umum MPR tahun 1990-an yang sempat menggemparkan perpolitikan Indonesia.
"Gaya Bung Sabam menginterupsi itu action, tidak hanya bicara tetapi maju ke depan, membuat geger karena ke podium," kenang J Osdar yang mengaku memanggil Sabam Sirait dengan Bung Sabam.
Osdar menilai apa yang dilakukan Sabam Sirait waktu itu merupakan simbol perlawanan terhadap pemerintahan Orde Baru.
“Bukan hanya Pak Sabam berani, tetapi PDI luar biasa," ucapnya.
Pascaperistiwa menggemparkan itu, kata Osdar, Sabam Sirait dipanggil ke Istana Negara.
Sabam pun berani datang ke Istana Negara tanpa rasa takut.
"Saya sudah lupa peristiwa itu. Pak Harto (Presiden Soeharto) ketawa waktu itu," kata Oscar yang bertugas meliput di Istana Negara waktu itu.
Bambang Harymurti mengenang sosok Sabam Sirait melekat dengan politikus tiga zaman.
Dia menegaskan Sabam Sirait selalu menampilkan politik dengan beradab,.
Mantan Pemimpin Redaksi Tempo itu menyatakan Sabam terus merawat persatuan, menjaga kebinekaan, mengawal rakyat kecil dan keadilan serta menyuarakan pendapat dengan lantang walaupun tak mungkin menang.
"Pak Sabam adalah teladan buat politisi Indonesia. Oleh karena itu, Sabam Sirait kami duung menjadi pahlawan nasional," ujar Bambang.
Dia menjelaskan pers memiliki peranan sangat penting dalam konsolidasi demokrasi.
Di saat yang sama, pers juga bisa sangat berperan dalam persatuan bangsa melalui upaya penyebaran dan implementasi dari nilai-nilai Pancasila.
Menurut Bambang, Sabam Sirait bahkan sudah membicarakan perlunya undang-undang antimonopoli di awal 1970-an.
Kemudian, UU yang mengatur perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
"Pak Sabam selalu mengingatkan para wartawan untuk rajin membaca dan tidak membuat tulisan yang bisa memecah belah bangsa," ucapnya.
Menurut Bambang, Sabam merupakan politikus sejati yang selalu menjalankan profesinya tanpa mengenal lelah, mencari titik temu kompromi yang menguntungkan semua pihak tanpa melanggar prinsip utama.
"Beliau konsisten memperjuangkan kebinekaan di tengah kemajemukan bangsa. Nilai-nilai yang terus dia kumandangkan disertai semangat nasionalisme yang terus digelorakan,” katanya.
Dia melanjutkan tujuan Sabam Sirait cuma satu, yakni agar demokrasi dan nasib orang-orang kecil selalu diperhatikan oleh kekuasaan yang memegang kepemimpinan negara.
“Demokrasi yang selalu diterapkan dengan beradab demi menjaga persatuan bangsa," kata Bambang.
Hadir juga dalam diskusi tersebut Ketua Pengusulan Sabam Sirait jadi Pahlawan Nasional RE Nainggolan. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy