Pemilik tim, pemerintah kota, penduduk setempatTiga faktor itu yang berperan "menghidupi" sebuah klub NBA
BACA JUGA: Sacramento; Ketika Sebuah Kota Terancam Kehilangan Tim NBA (1)
Di Sacramento, ketiganya tak pernah kompak soal gedung baru, berbuntut terancam pindahnya Kings ke kota lain==========================
DI Indonesia, gedung olahraga yang memadai itu sama langkanya dengan jalan tol
BACA JUGA: Calon Bintang Harus Tidur Siang, Main Bola Maksimal 1,5 Jam
Andai ada, kondisinya mungkin sudah terlalu tua atau tidak realistis untuk digunakan (terlalu besar, terlalu jauh, terlalu mahal, dan lain-lain).Di Amerika, gedung olahraga bisa tumbuh bangun bak tanaman di taman rumah
BACA JUGA: Jabatan Baru Sudah Siap, tapi Ruangan Belum Siap
Meski demikian, prosesnya tidaklah semudah yang kita bayangkan.Masalah di Sacramento, ibu kota negara bagian California, menunjukkan ituApalagi di saat ekonomi sedang kurang enak seperti sekarang ini
Rencana pindahnya Sacramento Kings, tim basket NBA dan satu-satunya tim profesional di kota tersebut, membuat banyak pihak begitu resahDan terancam pindahnya tim tersebut ke Anaheim di kawasan Los Angeles, bermula dari masalah gedungTepatnya, masalah pembangunan gedung baru yang lebih modern, yang tak kunjung terealisasikan.
Sejak pindah ke Sacramento (dari Kansas City) pada 1985, Kings langsung mendapatkan hati di masyarakat kota tersebutPada 1988, mereka punya gedung baru, bernama Arco ArenaTerletak di sisi luar kota, gedung berkapasitas 17 ribuan penonton itu dibangun dengan biaya "hanya" USD 40 juta atau sekitar Rp 360 miliar (kurs saat ini).
Selama bertahun-tahun, gedung itu menjadi gedung paling berisik di NBAHampir selalu sold out hingga awal 2000-an, ketika Kings berada di puncak popularitasnyaBelakangan, gedung itu jarang penuhSelain karena Kings yang prestasinya terus melorot, juga karena kondisi ekonomi yang memang sedang buruk.
Namun, sebelum jumlah penonton melorot, sudah ada rencana untuk membangun gedung baru di SacramentoDan gedung baru memang disebut "dibutuhkan," untuk meningkatkan profitabilitas Kings.
Pada 2006, ada rencana membangun gedung pengganti di downtown (pusat kota) SacramentoGedung itu ultramodern, dengan biaya sampai USD 600 juta atau lebih dari Rp 5 triliunDengan dibangun di tengah kota, suasana kota Sacramento bisa "dihidupkan" lagi.
Bila Arco Arena dibangun dengan dana pribadi, maka gedung baru itu rencananya dibangun dengan dana masyarakatDengan menaikkan pajak penjualan (sales tax) sebanyak seperempat sen selama 15 tahunKetika dilakukan pemilihan, masyarakat menolaknya.
Gagal dengan gedung downtown, ada upaya membangun gedung baru di kawasan Cal Expo, tempat ekshibisi terbesar di SacramentoSampai saat ini, tak kunjung ada kejelasan tentang gedung baru itu.
Kabarnya, pemilik Kings (keluarga Maloof memilikinya sejak 1999) juga berperan dalam "menggagalkan" berbagai rencana ituKetika gedung berniat dibangun, kabarnya mereka minta kebanyakanMisalnya, meminta agar pihak mereka juga mendapatkan hak atas segala fasilitas di seputar gedung (restoran, parkir, dan lain-lain).
Benar atau tidak, yang jelas gedung tidak kunjung dibangunPemilik tim, pemerintah kota, dan masyarakat tak pernah "klik" bersamaBuntutnya, Kings mencari-cari tempat baru yang lebih "enak" dan menguntungkanKansas City dan Seattle pernah disebut sebagai kandidat
Belakangan, yang tampak paling serius adalah AnaheimKota tempat Disneyland berada di kawasan Los AngelesDi sana ada Honda Center, yang pengelolanya memiliki tim hoki es Ducks, dan ingin ada tim NBA ikut menggunakan fasilitasnyaDan mereka siap memberi pinjaman senilai USD 100 juta bila Kings pindah ke AnaheimTawaran yang menggiurkan, yang cukup untuk membuat Kings serius berpikir pindah.
Honda Center itu tidaklah jauh lebih besar dari Arco ArenaNamun lebih modern, dan berada di lingkungan kota yang ekonominya lebih baikGedung itu dibangun oleh pemerintah setempat, lalu "diserahkan" untuk dikelola swasta.
Banyak gedung NBA memang seperti ituDibangun pemerintah kota lewat dana masyarakat, dikelola oleh tim yang menempatinyaKota mendapat revenue dari segala pajak yang dihasilkan berbagai even di sana (termasuk pajak makanan dan lain-lain yang berkaitan dengan even)Sedangkan pemilik tim (NBA misalnya) dapat revenue dari penjualan tiket, plus sewa gedung untuk even-even lain.
Ini hubungan yang saling menguntungkanTanpa klub NBA (atau olahraga lain) sebagai tuan rumah, gedung jadi lebih sulit mencari pemakaiDengan adanya tim NBA, minimal puluhan malam dalam setahun sudah terisi untuk pertandingan tim tersebut
Arco Arena misalnya, setahun menyelenggarakan sekitar 200 evenSebanyak 40-an adalah pertandingan KingsLainnya beragamMulai konser, rodeo, balap motocross, gulat, dan lain-lain.
Gerakan untuk Bertahan
Bagi ukuran NBA, Arco Arena mungkin yang paling kecil dan "kuno." Tapi itu sudut pandang AmerikaBagi kita yang di Indonesia, gedung itu jauh lebih dari memadai
Ruang ganti pemain (locker) termasuk yang terbaikMeski mungkin ruang ganti untuk tim lawan termasuk yang terburukMasalah ini mudah diatasi dengan renovasiBegitu pula berbagai fasilitas lain, bisa diatasi dengan renovasiYang tidak bisa direnovasi, rupanya, adalah jumlah suite (ruang nonton VIP) untuk pembeli corporateDi Arco hanya ada sekitar 30-an, sementara arena NBA lain bisa punya sampai 100 suite.
Arco juga menghasilkan cukup banyak penghasilan untuk kota dan masyarakatnyaMenurut Wali Kota Kevin Johnson (mantan All-Star NBA di era 1990-an), gedung ini setahunnya menghasilkan pemasukan pajak senilai USD 1 jutaSelain itu, juga menyediakan lapangan kerja untuk sekitar 1.000 orang, baik full time maupun part time.
Belum lagi sejarahnyaArco merupakan tempat paling disegani di awal 2000-an"Ada banyak sejarah di sini, khususnya di hari-hari indah bersama Chris Webber, Vlade Divac, Mike Bibby, dan lain-lain," kata Jason Thompson, salah satu bintang muda Kings, lewat salah satu blog pendukung tim.
Hingga hari ini, para petinggi Kings tidak banyak bicaraPindah atau tidak, banyak yang bilang masih fifty-fiftyDalam beberapa hari terakhir, gerakan-gerakan khusus telah dilakukan berbagai kelompok masyarakat untuk meminta Kings bertahan di Sacramento.
Glass Agency, sebuah perusahaan periklanan, meluncurkan kampanye billboard dan media lainMereka memasang beberapa billboard di sekeliling kota, bertuliskan "Game Over" dengan bola basket gembos di tengahnyaDi bawahnya ada tulisan yang kurang lebih berbunyi: "Kalau Kings pergi, kita semua rugi."
"Ini tentang Sacramento dan daya tarik kota iniSayang kalau mereka pergi dan tidak ada yang berupaya untuk mempertahankan mereka," kata Amber Williams dari Glass Agency, seperti dikutip Sacramento Bee"Kita tidak harus peduli basket untuk mengapresiasi betapa besarnya dampak tim profesional terhadap budaya dan relevansi kota secara nasional," tambahnya.
Beberapa pengamat ekonomi juga bilang perginya Kings akan memukul Sacramento cukup berat"Tanpa sebuah tim profesional, kota ini akan masuk kategori kelas dua," kata Matt Mahood, CEO Sacramento Metropolitan Chamber of Commerce (Kadin).
Sejumlah kelompok masyarakat juga melakukan gerakan "Here We Stay." Target pertama, memenuhi Arco Arena dengan penonton yang berisik, ala era awal 2000-an lalu, di setiap pertandingan Kings yang tersisa di kandang sendiri.
Laga home pertama dalam gerakan ini terjadi Senin, 28 Februari ini, atau Selasa pagi, 29 Februari, waktu IndonesiaMelawan Los Angeles Clippers dan bintang mudanya yang sedang meroket, Blake Griffin.
Para penggemar bukan hanya diminta membeli tiket, tapi juga mendonasikan uang untuk membelikan tiket bagi penggemar lain yang tidak mampu.
Logikanya, dengan terus memenuhi gedung, masyarakat menunjukkan dukungan penuh kepada Kings untuk bertahan di SacramentoPendapat senada disampaikan Grant Napear, penyiar olahraga kondang Sacramento, lewat acara radionya di Sports 1140"Hanya dengan memenuhi gedung kita memberikan dukungan secara sesungguhnya," ucapnya.
Bagi saya pribadi, tentu saja saya berharap Kings tidak pindah ke mana-manaTim itu telah memberi saya banyak kenangan selama tinggal di Sacramento, dan memberi opsi hiburan ketika saya "pulang" ke Sacramento.
Hebat ya, gara-gara olahraga, kota dan masyarakatnya bisa gila(habis)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kiprah Retno Iswari; Mengajar dan Berbisnis Kecantikan hingga Usia 71 Tahun
Redaktur : Tim Redaksi