Sah, Blucer W Rajagukguk Resmi Bergelar Doktor Hukum dari UKI

Kamis, 05 Oktober 2023 – 20:03 WIB
Program Pascasarjana Doktor Ilmu Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) menggelar Ujian Promosi Doktor Ilmu Hukum atas nama Blucer Welling Rajagukguk dengan judul Disertasi: Evaluasi Kebijakan Politik Hukum Pengelolaan dan Pemeriksaan Keuangan Negara dala Keadaan Darurat" pada Kamis (5/10). Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Program Pascasarjana Doktor Ilmu Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) menggelar Ujian Promosi Doktor Ilmu Hukum atas nama Blucer Welling Rajagukguk dengan judul Disertasi: Evaluasi Kebijakan Politik Hukum Pengelolaan dan Pemeriksaan Keuangan Negara dala Keadaan Darurat" pada Kamis (5/10).

Sidang Promosi Doktor diketuai oleh Dr. Dhaniswara K. Harjono (Rektor UKI), SH, MH,  Prof. Dr John Pieris, SH, MH M.Si yang juga Ketua Program Doktor UKI.

BACA JUGA: Sah, Anggota DPR Wayan Sudirta Resmi Bergelar Doktor Hukum

Selain itu, Prof. Dr. Satya Arinanto, SH, MH yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dr. Wiwik Sri Widiarty, SH MH., Prof. Dr Chontina Siahaan, SH, M.si., Dr. Dian Puji Simatupang, SH MH., dan Dr. Bernard Nainggolan, SH. MH.

Blucer berhasil mempertahankan Disertasinya di hadapan 6 majelis penguji dengan 20 pertanyaan dijawab dengan baik.

BACA JUGA: Kepala BPIP Ikut Menyaksikan Megawati Dianugerahi Doktor Kehormatan dari UTAR Malaysia

Promovendus dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar Doktor setelah mempertahanka Disertasinya berjudul:  Evaluasi Kebijakan Politik Hukum Pengelolaan dan Pemeriksaan Keuangan Negara dala Keadaan Darurat.

Rektor UKI Dr. Dhaniswara K. Harjono dalam kesempatan itu mengapresiasi Blucer yang sudah melakukan analisis terhadap peristiwa krisis yang terjadi di Indonesia.

BACA JUGA: Raih Gelar Doktor HC ke-10, Bu Mega Sampaikan Pesan Buat Generasi Muda

Diketahui, bahwa pandemi Covid-19 berdampak pada perubahan pengaturan berbagai regulasi di seluruh dunia.

Blucer menjelaskan di Indonesia pada tanggal 31 Maret 2020 Perpu No.1/2020  diterbitkan dan ditetapkan pemerintah. Perppu Nomor 1 2020 menimbulkan kontroversi dan dipandang sebagai bentuk omnibus law dalam praktik pembuatan perundang undangan.

Menurut Blucer, Undang-Undang  (UU) yang berasal dari Perppu tidak melalui naskah akademis atau due process of law yang baik. Pasal 27 Perppu No.1/2020 dianggap memiliki kekuasaan diskresi yang berlebihan.

Realiasasi anggaran tahun 2020 dan tahun 2021 untuk penanganan covid 19 mencapai Rp 1.232,95 triliun yang dibagi penanganannya dalam lima klaster yaitu kesehatan, perlindungan sosial, program prioritas, dukungan UMKM dan korporasi dan insetif usaha

Pada tanggal 5 Mei 2023, WHO mengumumkan bahwa COVID-19 tidak lagi menjadi darurat kesehatan masyarakat.

Presiden RI Jokowi secara resmi mengumumkan pencabutan status pandemi COVID-19 di Indonesia pada tanggal 21 Juni 2023.

Blucer yang sebelumnya menjabat Staf Ahli Bidang Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan menjadi Auditor Utama Keuangan Negara menyatakan bahwa perubahan kebijakan keuangan negara oleh pemerintah pada masa pandemi berpengaruh juga kepada kinerja lembaga pemeriksa negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

"Dalam sejarah tata kelola keuangan negara di Indonesia, kondisi kedaruratan telah terjadi beberapa kali, yaitu krisis keuangan tahun 1950, 1996, dan 2008," katanya.

Dalam kondisi daurat itu, tegas Blucer, pemerintahan harus dapat mempertimbangkan aspek keadilan dan kepastian hukum.

“Dalam membuat kebijakan, pemerintah harus mempertimbangkan banyak hal, seperti kebutuhan masyarakat, terutama dalam hal kesehatan dan ekonomi," jelas Blucer.

Berbagai skema bantuan, lanjut dia, adalah cara pemerintah membantu perekonomian masyarakat yang memburuk akibat pandemi Covid-19.

Maka, setiap negara hendaknya memiliki konstitusi serta Undang-Undang yang mengatur rambu-rambu kondisi darurat atau kondisi bahaya sehingga terdapat batasan yang jelas.

“Mengenai jenis kondisi darurat, tingkatan ancaman bahaya, bagaimana keadaan darurat diberlakukan, berapa lama waktunya, dan apa saja akibat-akibat keadaan darurat bagi warga negara," papar Blucer.

Pada dasarnya, kata Blucer, penanganan situasi darurat memerlukan batas waktu. Ini karena situasi bahaya atau kedaruratan harus segera ditangani dan tidak boleh dibiarkan terlalu lama.

Kemudian, Perppu juga harus mengatur segala akibat hukum dari keadaan darurat pada saat kondisi kembali normal.

Lalu, BPK juga harus membuat strategi pemeriksaan untuk menangani pandemi, baik dari segi substansi maupun prosedur.

"Pengaturan mengenai pemeriksaan dalam kondisi darurat tidak cukup diatur dalam bentuk panduan, melainkan perlu dimuat dalam SPKN khusus," jelas Blucer.

Keadaan darurat yang dapat mengancam suatu negara, lanjut Blucer, tidak akan cocok dengan hukum biasa yang ada, tetapi hukum yang harus menyesuaikan dengan keadaan darurat sehingga diperlukan hukum luar biasa.

“Pengaruh Politik Hukum terhadap Karakter UU No.2/2020 Materi yang diatur dalam Perpu bersifat positivis-instrumentalis dan lebih mencerminkan keinginan pemerintah, tidak ada ruang bagi partisipasi masyarakat," ujar Blucer.

Lebih lanjut, Blucer mengatakan bahwa berdasarkan pertimbangan yang dimuat dalam UU No 2/2020, dapat diketahui bahwa pandemi Covid-19 telah memengaruhi kebijakan politik hukum yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara dalam keadaan darurat.

Perppu yang ada dan telah sejajar kedudukannya dengan UU sampai penulisan studi ini belum memliki indikator dan parameter yang jelas mengenai nomenklatur 'hal ihwal kegentingan yang memaksa' maupun 'keadaan bahaya'. Saat pandemi telah berubah menjadi endemi, dan bahkan saat telah normal, UU yang berasal dari Perppu belum direview dan mengalami perubahan.

"Maka dari itu perlu mengoptimalkan pemeriksaan atas penanganan pandemi Covid-19 dengan SPKN khusus darurat untuk dapat menjamin terwujudnya keadilan sosial berlandaskan nilai keadilan sosial yang dijiwai Pancasila. Pemeriksaan keuangan negara dalam keadaan darurat tidak cukup diatur dalam bentuk Panduan, melainkan perlu dimuat dalam SPKN," ujar Blucer.

Dalam penelitiannya, Blucer menyarankan kepada DPR dan Pemerintah untuk membuat pengaturan UU sebagai peraturan pelaksanaan konstitusi mengenai ‘hal ikhwal kegentingan yang memaksa’ dalam pasal 12, maupun ‘keadaan bahaya’ dalam pasal 22, khususnya mengenai parameter dan indikator kondisi dimaksud.

"DPR dan Pemerintah untuk memberikan batas waktu pelaksanaan atas seluruh kebijakan yang telah diatur dalam UU No.2/2020, yang berasal dari Perpu No.1/2020, dan peraturan pelaksanaannya, beserta seluruh UU lainnya yang berasal dari Perpu," ujar Blucer.

DPR juga perlu mengevaluasi kembali UU yang mengatur mengenai pemeriksaan dan mengatur BPK, apakah UU yang ada telah mempertimbangkan kondisi darurat, krisis, dan bahaya, yang secara eksplisit telah diatur baik dalam konstitusi, UU Keuangan Negara, maupun UU APBN setiap tahunnya.

Selanjutnya, BPK perlu memfokuskan dan mengoptimalkan pemeriksaan atas penanganan pandemi yang telah mengeluarkan dana ribuan triliun, mengingat kurangnya pengendalian internal tata kelola keuangan negara saat kondisi darurat.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler