jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan mantan Presiden Direktur Lippo Group Eddy Sindro sebagai tersangka suap.
Eddy diduga menyuap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edi Nasution terkait permohanan bantuan pengajuan peninjauan kembali perkara di PN Jakpus.
BACA JUGA: Fahri Sebut Pemerintah Sudah Punya Sistem untuk Mengetahui Jumlah WNA Ilegal
"KPK menetapkan ESI sebagai tersangka. ESI diduga memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait pengurusan perkara di PN Jakpus," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (23/12).
Eddy disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Korupsi juncto pasal 64 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHPidana.
BACA JUGA: Sikat Teroris Tanpa Libatkan TNI, Indonesia Bakal Menyesal
Febri menegaskan, penyidik sudah memeriksa lebih dari 15 saksi untuk Eddy. Saksi itu dari berbagai unsur, seperti kalangan swasta, advokat, pihak pengadilan maupun lainnya.
Hanya saja, keberadaan Eddy masih misterius. Eddy dipastikan berada luar negeri sejak awal kasus ini bergulir. "ESI sampai saat ini sedang tidak berada di Indonesia," tegasnya.
BACA JUGA: Suami Inneke Koesherawati Terkena Jumat Keramat KPK
Febri mengimbau agar Eddy datang ke komisi antikorupsi untuk mengikuti proses hukum yang berlaku. Dia menyatakan, belajar dari apa yang dilakukan Fahmi Darmawansyah, tersangka suap Bakamla, datang ke KPK tanpa mekanisme red notice atau mekanisme internasional lain.
"Kami imbau agar tersangka (Eddy) segera ke Indonesia dan meneyrahkan diri ke KPK," tegasnya.
Dia menegaskan, akan lebih baik lagi jika tersangka kooperatif dan bekerja sama dengan KPK. Dia menegaskan, KPK sudah berulang kali dan berpengalaman menangkap buron yang kabur ke luar negeri.
Menurut Febri, sebelum KPK melakukan ini terhadap Eddy Sindoro, sebaiknya yang bersangkutan menyerah.
"Ini sebagai warning agar hal tersebut tidak perlu terjadi dalam pengungkapan perkara," tegas Febri.
Sebelumnya KPK telah menjerat Edi Nasution dan karyawan PT Artha Pratama Anugerah Doddy Aryanto Supeno. Mereka diringkus dalam sebuah operasi tangkap tangan di areal parkir sebuah hotel di Jakarta Pusat April 2016.
Penangkapan dilakukan sesaat setelah Doddy menyerahkan duit kepada Edi.
Doddy divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta empat tahun penjara, denda Rp 150 juta, subsider tiga bulan kurungan. Sedangkan Edi divonis 5,5 tahun penjara, denda Rp 150 juta subaider dua bulan kurungan. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dilema Napi Terorisme, Dipisah Salah Digabung Apalagi
Redaktur : Tim Redaksi