jpnn.com - Masa kejayaan bohlam halogen di Eropa bisa dipastikan segera berakhir seiring berlakunya larangan penjualan jenis lampu ini di wilayah Uni Eropa mulai September 2018. Para pakar berpendapat kalau langkah ini bisa membuat konsumen menghemat uang dalam jangka panjang dan menurunkan emisi karbon.
Keputusan Uni Eropa untuk melarang peredaran lampu yang boros energi itu sempat menimbulkan kegemparan satu dekade lalu. Pada waktu itu, konsumen berpendapat kalau bohlam baru yang hemat energi memancarkan cahaya yang dingin dan tidak alami.
BACA JUGA: Larangan Terbang Maskapai Indonesia ke Uni Eropa Dicabut
Pelarang ini dilaporkan sempat terjadi penimbunan lampu pijar oleh masyarakat. Sampai-sampai satu surat kabar Inggris menawarkan lima lampu gratis kepada setiap pembacanya, karena kekurangan stok lampu pijar akibat kepanikan yang disebut "The Great Lightbulb Revolt."
Namun di 2018 ini larangan penjualan lampu halogen yang mulai berlaku pada 1 September sepertinya tidak menimbulkan kepanikan yang sama.
BACA JUGA: Akhirnya Garuda Indonesia dkk Bisa Terbang Lagi ke Eropa
Tidak seperti lampu hemat energi pada generasi awal, sebagian besar kelompok konsumen berpikir bahwa LED saat ini sudah sangat mirip dengan lampu halogen. Jadi larangan penjualan ini kemungkinan tidak akan menghadapi banyak penentang.
Dengan berlakunya larangan ini, produsen lampu seperti Osram dan Philips harus menghentikan produksi bohlam halogen. Toko-toko masih dapat menjual lampu yang ada, tetapi tidak dapat memesan stok baru.
BACA JUGA: 10 Negara Uni Eropa Usir Diplomat Rusia
"Sekarang saya tidak berpikir kalau orang akan berlari ke toko material dan menimbun lampu halogen," ujar Gerhild Loer, seorang ahli efisiensi energi di asosiasi konsumen Jerman, Verbraucherzentrale, kepada DW.
Larangan penjualan lampu halogen kali pertama diumumkan pada tahun 2009. Sedianya larangan ini akan dimulai pada 2016 namun ditunda untuk memberi lebih banyak waktu kepada konsumen untuk beralih ke lampu LED.
"Sudah saatnya planet dan konsumen dilindungi," kata Irmela Colaco, pemimpin proyek untuk efisiensi energi di grup lingkungan hidup Jerman, BUND.
Sekitar 500 juta lampu halogen digunakan di rumah-rumah di Eropa. Tiap bola lampu menghabiskan sekitar enam kali lebih banyak energi dibandingkan dengan lampu LED.
Colaco juga mengatakan kalau LED bisa bertahan hingga 12 kali lebih lama, dan penggunaan energi akan turun sebanyak 80 persen dalam lima tahun terakhir.
Dia lalu membandingkan biaya pembelian dan pengoperasian lampu LED dan halogen dari pabrikan yang sama dan mengatakan dalam jangka pemakaian selama 10 tahun, lampu halogen butuh biaya € 160 (Rp 2,7 juta) sedangkan lampu LED hanya butuh kurang dari € 30 (Rp 517.000).
"Ada revolusi nyata dalam teknologi LED. Mereka kini diproduksi dalam beragam bentuk, warna dan kualitas cahaya, ada juga lampu yang dapat diredupkan," kata Colaco kepada DW.
Sementara pihak yang menentang pelarangan ini berargumen kalau biaya awal pembelian lampu LED lebih tinggi daripada lampu halogen.
Dari larangan ini, Komisi Eropa berharap bisa menghemat 64 terawatt jam energi per tahun pada tahun 2020, setara dengan konsumsi listrik tahunan dari semua rumah tangga di Italia.
Dalam hal penghematan karbon dioksida, larangan ini serupa dengan pengurangan operasional 10 juta mobil berukuran sedang dari jalanan per tahunnya. Selain Uni Eropa, Australia akan memberlakukan larangan yang sama pada 2020. (DW/JPG)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Uni Eropa Kucurkan Rp 709,9 M untuk Palestina
Redaktur & Reporter : Adil