Said DPR: Jangan Jadikan Covid-19 Sebagai Ajang Pemburu Rente

Senin, 15 Maret 2021 – 11:25 WIB
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah (kiri). Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah meminta Rumah Sakit agar tidak menjadikan layanan pandemi covid-19 sebagai ajang pemburu rente.

Said menyinyalir, sejumlah Rumah Sakit mengubah data pasien dari negatif menjadi positif covid-19 demi mendapatkan dana klaim dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

BACA JUGA: Dorong Penerapan PSBB Ketat, Ketua Banggar DPR: Jika Abai, Krisis Kesehatan Makin Membahayakan

“Saya meminta pemerintah membongkar praktik mafia rumah sakit yang memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk mengeruk keuntungan finansial,” ujar Said di Jakarta, Senin (15/3).

Said menyebut pandemi covid-19 menjadi sumber bisnis baru bagi Rumah Sakit. Salah satu modus yang dilakukan yakni dengan meng-Covid-kan orang sakit yang sesungguhnya tidak terkena Covid-19.

BACA JUGA: Kupang Alokasikan Rp 8,1 Miliar untuk Iuran BPJS Kesehatan 19 Ribu Warga Tidak Mampu

Atau dengan lain, mengubah data pasien dari negatif covid-19 menjadi positif covid-19.

Modus ini, lanjut Said dilakukan beberapa rumah sakit demi meraup keuntungan dari dana pertanggungjawaban BPJS Kesehatan.

BACA JUGA: Dana Insentif Nakes Disunat Pengelola Rumah Sakit, Sahroni Minta KPK Bertindak

Padahal alokasi anggaran untuk mengatasi covid-19 ini sangat cukup.

Namun, kata dia, dalam praktiknya masih ada rumah sakit yang memanipulasi data pasien covid ini.

“Sejak kuartal 3 tahun anggaran 2020 sampai sekarang masih banyak rumah sakit yang main-main dalam menginput data pasien. Pasien negatif dimasukkan positif agar rumah sakit bisa langsung melakukan tagihan ke BPJS. Ini kan sudah enggak benar,” tegasnya.

Politikus senior PDI Perjuangan ini menegaskan praktik nakal rumah sakit ini harus segera ditertibkan.

Hal ini penting agar kerugian yang dialami masyarakat Indonesia tidak makin meluas.

"Saya menyinyalir hanya mengubah data pasien covid-19, banyak cara dan modus dilakukan oleh berbagai rumah sakit untuk mendapatkan keuangan," tegasnya.

Oleh karena itu, dia meminta pemerintah melakukan kontrol dan pengawasan secara ketat guna mencegah manipulasi data pasien covid-19.

Caranya, sejak awal proses pasien masuk rumah sakit harus dikawal aparat penegak hukum (APH).

Sebab untuk menginput data pasien covid19 bisa dilakukan oleh APH juga.

Hal ini penting agar tidak terjadi moral hazard dimana rumah sakit menangguk profit luar biasa karena biaya pasien positive ditanggung oleh pemerintah.

“Saya minta, rumah sakit agar jangan menjadikan covid-19 sebagai ladang bisnis baru para pemilik layanan kesehatan,” tegasnya.

Sebenarnya kata Said, politik anggaran covid-19 ini sangat memadai.

Hal ini mengonfirmasikan, perhatian pemerintah terhadap upaya memitigasi penyebaran covid-19 sangat besar sekali.

Terbukti, pemerintah menaikkan anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) mencapai Rp699,43 triliun pada 2021 atau meningkat dari alokasi tahun 2020 sebesar Rp688,33 triliun.

Dari angka tersebut, alokasi untuk  anggaran bidang kesehatan sebesar Rp176,3 Triliun.

Anggaran ini dipergunakan untuk membiayai program vaksinasi Rp 58,18 triliun, diagnostik (testing dan tracing) Rp 9,91 Triliun, therapeautic Rp61,94 Triliun, insentif pajak kesehatan Rp18,61 Triliun dan penanganan lainnya Rp27,67 triliun.

"Dengan melihat postur anggaran sektor kesehatan yang cukup besar ini, saya minta kenakalan rumah sakit ini distop,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Perekonomian ini meminta pemerintah meningkatkan mekanisme pengawasan pemanfaatan dana covid-19.

Langkah ini dibarengi dengan pembenahan dalam tata kelola pengunaan dana covid-19 agar benar-benar tepat sasaran.

“Untuk itu, perlu deteksi dini guna memastikan dana covid ini tidak disalahgunakan," pungkasnya.(fri/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler