Saiful Mujani Ingatkan Jangan Sampai Terulang Perbuatan Merusak Demokrasi

Rabu, 24 Mei 2023 – 17:53 WIB
Peneliti senior Saiful Mujani. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti senior Saiful Mujani mengingatkan masyarakat tentang kerusuhan yang pernah terjadi pada 22 Mei 2019 lalu di Indonesia.

Dia mengatakan kerusuhan yang menelan korban tewas hingga 10 orang itu seharusnya tak boleh terjadi.

BACA JUGA: Golkar Nilai Prabowo-Airlangga Pasangan Ideal untuk Pilpres 2024

Diketahui aksi kerusuhan tersebut bertujuan untuk menolak hasil rekapitulasi Pemilu 2019 dari KPU yang memenangkan pasangan Joko Widodo (Jokowi) - Ma’ruf Amin. Titik pusat massa kala itu berada di depan Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat.

"Tanggal 22 Mei 2019, terjadi kerusuhan yang menelan banyak korban karena yang kalah Pilpres tidak mengakui kalah,” tulis Saiful Mujani di akun Twitter pribadinya, @saiful_mujani dikutip Rabu (24/5).

BACA JUGA: Saiful Mujani: Amendemen Upaya Menghidupkan GBHN, Harus Dilawan

Saat itu, rival Jokowi-Ma’ruf dalam kontestasi Pemilu 2019 adalah Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Berdasarkan penetapan KPU, pasangan nomor urut 01 unggul dengan perolehan 85.607.362 atau 55,50 persen.

BACA JUGA: Dorong Kubu Prabowo-Hatta Polisikan Saiful Mujani

Sementara, perolehan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 atau 44,50 persen. Selisih suara kedua pasangan mencapai 16.957.123 atau 11 persen.

“Kejadian ini menurunkan martabat kita sebagai bangsa beradab,” tegas Saiful lagi.

Pendiri Saiful Mujani Research and Center ini berharap kejadian tersebut tidak terulang di Pemilu 2024 mendatang.

“Jangan sampai terulang perbuatan yang merusak demokrasi kita ini,” tegas Saiful Mujani.

Kasus kerusuhan akibat aksi unjuk rasa di depan Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat terjadi pada Rabu, 22 Mei 2019 silam.

Bentrok antara massa dengan aparat keamanan sudah terjadi sejak Selasa 21 Mei 2019 pukul 23.00 WIB hingga Rabu 22 Mei 2019.

Aksi tersebut turut menelan korban jiwa, salah satunya adalah Muhammad Harun Al Rasyid.

Bocah berusia 15 tahun itu ditemukan tewas tertembak di Jembatan Layang Slipi, Jakarta Barat pada Rabu 22 Mei 2019.

Komnas HAM menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap kepolisian, tak ada senjata yang dibawa oleh aparat yang bertugas mengamankan demo. Beka menilai ada 'aktor' lain dalam peristiwa 22 Mei tersebut.

Aktor tersebut, kata Beka Ulung, yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Pencari Fakta, merupakan kelompok yang sudah terorganisasi. Dalam rekonstruksi yang sudah dilakukan, pola yang digunakan untuk melakukan penembakan mirip dengan peristiwa lainnya.(fri/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler