Saksi Ahli: Terlalu Dini Menyimpulkan Psikologi Jessica

Senin, 19 September 2016 – 13:27 WIB
Jessica Kumala Wongso, terdakwa pembunuhan Wayan Mirna. Foto dok JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Psikolog dari Universitas Indonesia Dewi Tafiana Walida berdebat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dalam persidangan kasus kematian Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (19/9).

Perdebatan dipicu setelah sebelumnya Dewi selaku saksi ahli yang dihadirkan kubu terdakwa, mengatakan psikolog terikat dengan kode etik dalam menjalankan profesinya.

BACA JUGA: Bang Ipul Bersaksi Pakai Baju Koko

Antara lain, terhadap hasil tes psikologi seseorang tidak boleh dibuka di depan umum.

Sementara jika ingin dibuka di persidangan, harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari majelis hakim.

BACA JUGA: Hari Ini, Pengacara Jessica Siapkan Tiga Saksi

Menanggapi hal itu, jaksa menanyakan mana lebih tinggi antara kode etik dengan KUHAP.

Pertanyaan ini sempat menimbulkan perdebatan, karena sesuai dengan penjelasan jaksa, dalam KUHAP seseorang diharuskan memberi keterangan di depan pengadilan.

BACA JUGA: Baru jadi Jambret Bro…Maju Kena, Mundur Kena

"Saya mengomentari sesuai bidang saya," ujar Dewi.

Selain bersifat rahasia, Dewi juga menegaskan pemeriksaan terhadap psikologi seseorang penting berdasarkan metodologi. Di mana saat ini yang baku digunakan metodologi 3 V. Yaitu Visual Body Language 55 persen, vocal 38 persen dan verbal 7 persen.

"Jadi (untuk mengetahui kondisi psikologi seseorang,red) harus diperjelas. Bukan berdasarkan satu data saja. Jadi kesimpulannya, hasil (penelitian,red) dari ibu Ratih (psikolog yang memeriksa Jessica,red) bias," tutur Dewi.

Terkait pernyataan itu, jaksa memaparkan bahwa dari data hasil pemeriksaan psikolog yang memeriksa Jessica disebutkan, terdapat sejumlah data Jessica agresif, kecenderungan melakukan inkonsistensi.

Selain itu juga terdapat catatan kriminal terdakwa.

Menanggapi hal itu, Dewi dengan tegas mengatakan, bahan-bahan yang dijadikan psikolog yang memeriksa Jessica sebelumnya belum sesuai standar pemeriksaan yang baku digunakan dalam memeriksa psikolog seoseorang.

"Jadi dalam pemeriksaan psikologi itu ada metodologi, ada sistematika, tidak bisa sewenang-wenang. Intinya harus diperjelas lagi, bukan berdasarkan satu data saja," tandas Dewi.(gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dum Truk Tabrak Dua Sepeda, 5 Tewas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler