jpnn.com - SIDANG kasus dugaan korupsi dalam penyewaan 100 ATM Bank DKI kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (10/10). Kali ini, auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Syafruddin dihadirkan sebagai saksi ahli. Di depan majelis hakim, Syafruddin menjelaskan bahwa tidak ada perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh PT Karimata Solusi Padu (KSP) selaku vendor pengadaan 100 ATM Bank DKI tahun 2009.
Syafruddin juga menjelaskan dalam audit yang dilakukan timnya juga mendapati bahwa pelaksanaan penunjukan langsung proyek tersebut telah sesuai dengan SK Direksi 170 setelah dua kali pelelangan gagal dilaksanakan. “Sesuai SK tersebut maka dilakukan penunjukan langsung setelah terjadi gagal lelang,” tegas Syafruddin.
BACA JUGA: Surati Polda, Ahok Minta Usut Dalang Demo Anarkis
Salah satu yang menarik adalah dalam menghitung kerugian negara, saksi menggunakan dokumen acuan SPK dari PT KSP kepada PT ISO. Padahal sesuai fakta persidangan tidak lagi digunakan karena sudah diganti oleh Nota Kesepakatan.
Sebelumnya saksi Lily sebagai Dirut dari PT ISO menjelaskan dasar kerjasama perusahaan tempatnya bekerja dengan PT KSP adalah Nota Kesepakatan bukan SPK lagi. Oleh karenanya penggantian mesin ATM baru merek NCR, Monitoring ATM, jaminan Layanan 97pct, denda dan perbaikan mesin semua dikerjakan langsung oleh PT KSP sendiri.
BACA JUGA: Catut Nama Ahok, Calo Rusunawa Raup Rp 300 Juta
Selain itu, dalam persidangan kali ini Direktur Pemasaran Mulyatno Wibowo dihadirkan sebagai saksi. Pria yang pernah menjadi Plt Dirut Bank DKI itu menjelaskan bahwa salah satu alasan direksi tidak setuju dengan program pengembangan layanan jaringan ATM karena jumlah ATM yang dimiliki tidak sesuai dengan ukuran Bank DKI pada saat itu.
“ATM Bank DKI jumlahnya lebih banyak daripada ATM Bank Mandiri,” kata Mulyatno dalam kesaksiaannya di Pengadilan Tipikor, Jumat (10/10). (mas/jpnn)
BACA JUGA: Perawan Tua Tewas Setelah Teman Pria Bertamu
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahok Minta Penipu Ditindak Tegas
Redaktur : Tim Redaksi