jpnn.com, JAKARTA - Penyidikan dan Penuntutan kasus Suap Proyek PLTU Riau 1 oleh KPK telah berhasil menjerat tiga orang terdakwa sebagai pihak yang berdasarkan bukti-bukti dan keyakinan hakim telah bersalah dan divonis oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Tiga terdakwa dimaksud adalah Johanes Budisutrisno Kotjo, Eni Maulani Saragih dan Idrus Mahram.
Dalam kasus suap proyek PLTU Riau 1, posisi Melchias M. Mekeng hanya sebagai Saksi untuk ketiga Tersangka, masing-masing Johanes Budisutrisno Kotjo sebagai Pemberi Suap, sedangkan Idrus Mahram dan Eni Maulani Saragih adalah Penerina Suap.
BACA JUGA: Pengakuan Terdakwa Suap PLTU Riau soal Permintaan Dirut PLN
“Berkat kesaksian Melchias M. Mekeng dkk itu, maka KPK bisa menjerat Johanes Budisutrisno Kotjo dkk, divonis bersalah dan menjalani hukuman penjara. Inilah peran Saksi yang harus diapresiasi,” kata Petrus Selestinus selaku Kuasa Hukum Melchias Markus Mekeng dalam kepada wartawan, Rabu (6/11) malam.
Petrus menyayangkan karena akhir-akhir ini beberapa pihak masih saja membuat pernyataan yang menyesatkan dan bersifat memfitnah melalui sejumlah media tentang ketidakhadiran Melchias M. Mekeng ketika dipanggil KPK sebagai Saksi untuk Tersangka Samin Tan pada tanggal 11, 16 dan 19 September 2019, sebagai sikap mangkir, karena dekat dengan kekuasaan.
BACA JUGA: KPK Dalam Bahaya Jika Dua Tokoh Ini Tuntut Secara Pidana
“Pernyataan itu tidak benar dan untuk itu perlu diklarifikasi,” tegas Petrus.
Lebih lanjut, Petrus yang juga Advokat Peradi ini menyampaikan empat hal klarifikasi. Pertama, ketidakhadiran Melchias M. Mekeng pada beberapa kali pemanggilan KPK tersebut karena yang bersangkutan sedang tidak berada di Indonesia yakni dalam Perjalanan Dinas Tugas Negara ke Swiss. “Hal itu telah dinformasikan secara resmi kepada Penyidik KPK pada tanggal 10 September 2019,” kata Petrus.
BACA JUGA: KPK Panggil Pak Melchias Marcus Mekeng, Sudah 3 Kali
Kedua, menurut Petrus, terhadap pendapat yang menyatakan KPK tidak berdaya menghadapi Melchias M. Mekeng itu tidak benar.
Petrus menegaskan bahwa KPK bekerja berdasarkan Hukum Acara dan fakta-fakta hukum, bukan berdasarkan kebutuhan orang perorang atau pihak ketiga yang berkepentingan dengan urusan politik.
Ketiga, KPK bisa saja salah dalam mekanisme pemanggilan, terutama pada saat seorang Saksi yang sedang menjalankan Tugas Negara di luar negeri, sebagaimana Saksi Melchias M. Mekeng ketika dipanggil untuk pemeriksaan tanggal 11, 16 dan 19 September 2019 sedang berada di Swiss.
Keempat, pihak KPK terus-menerus memanggil Melchias M. Mekeng, meskipun sudah tahu Melchias M. Mekeng sedang dalam Perjalanan Dinas Tugas Negara di luar negeri. “Sehingga memberi kesan Melchias M. Mekeng mangkir dan menghindari pemanggilan. Padahal. tidak demikian,” ujar mantan Komisioner KPKPN ini.
Petrus mengungakapkan UU KPK mewajibkan KPK memberikan perlindungan terhadap Saksi termasuk perlindungan terhadap keamanan dan kenyamanan Saksi. Karena fungsi Saksi adalah membantu Penyidik membuat terang suatu peristiwa pidana.
“Oleh karena itu, Saksi wajib dilindungi bukan diintimidasi dan ketidakhadirannya diekspose ke media, secara berlebihan hingga melanggar Hukum dan HAM,” ujar Petrus Selestinus.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich