Saksi Prabowo Klaim Pilpres di Papua Kacau

Rabu, 13 Agustus 2014 – 06:30 WIB
Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK). Foto: Dok JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Papua menjadi sorotan dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 yang kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) untuk keempat kalinya kemarin (12/8). Sidang yang menghadirkan 25 orang saksi bagi pasangan Prabowo-Hatta diwarnai salingdebat antara sejumlah saksi yang dihadirkan dari Papua dengan kuasa hukum Joko Widodo-Jusuf Kalla dan KPU.

Di antara mereka bahkan ada yang menyemprot kuasa hukum pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla karena dianggap banyak bertanya. Salah satu saksi mandat dari Kabupaten Dogiyai, Papua, Vincent Dogomo mengatakan bahwa terdapat ancaman dan intimidasi dari aparat. Intimidasi itu terkait dengan sikapnya yang mempertanyakan tidak adanya rekapitulasi perhitungan suara hasil Pilpres 2014 di tingkat TPS maupun di tingkat distrik.

BACA JUGA: Pengamat: Kabinet Jokowi-JK Lemah Tanpa Kader Parpol

"Proses rekapitulasi dilakukan sekaligus di kantor Kabupaten, yang dihadiri oleh PPS, PPD, dan KPU Kabupaten," ungkapnya.

Dalam pleno rekapitulasi di Kabupaten Dogiyai tanggal 17 Juli, Vincent mengaku dirinya ditekan agar tidak mengajukan keberatan apapun dan langsung menyetujui hasil rekapitulasi. Namun, saat ditanya oleh kuasa hukum Jokowi-JK, Taufik Basari, soal identitas aparat yang dimaksud, Vincent malah langsung menghardiknya.

BACA JUGA: Golkar Anulir Pemecatan Agung Laksono

"Sudah saya bilang berkali-kali. Ini masalah di Papua. Di sana ada konflik internal. Saya saja takut, apalagi Anda. Anda datang saja ke Papua," seru Vincent kepada Taufik.

Namun, Tobas -- sapaan Taufik Basari -- seolah tidak puas dengan jawaban Vincent. Ketua DPP Bidang Hukum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu lantas bertanya, "Anda kenal siapa nama Kapolresnya dan Koremnya?" Merasa diragukan keterangannya, Vincent pun kembali naik pitam. "Sepuluh kali saya jelaskan, jawabannya tetap sama," tegasnya dengan nada tinggi.

BACA JUGA: Kriteria Menteri Jokowi-JK Harus Berani Bersikap

Untuk diketahui, di Kabupaten Dogiyai, pasangan Jokowi-JK mendapatkan suara terbanyak dengan 89.536 suara. Sementara pasangan Prabowo-Hatta tidak mendapat suara sama sekali alias nol persen.

Novela Mawipa, saksi Prabowo-Hatta dari kampung Awaputu Kabupaten Paniyai juga mengungkapkan kesaksian yang sama dengan Vincent. Dia menjelaskan bahwa di kampungnya sama sekali tidak ada pelaksanaan Pilpres pada 9 Juli 2014.

"Tidak ada kegiatan apa-apa, tidak ada TPS, juga tidak ada petugas PPS," ujarnya. Namun, tiba-tiba ada hasil rekapitulasinya.

Kuasa hukum KPU, Tobas lalu menanyakan soal sistem noken atau sistem ikat yang berlaku di Papua. Sistem yang disahkan MK sejak 2009 silam tersebut mengizinkan kepala suku atau ketua adat di Papua, khususnya di pengunungan tengah Papua untuk mengarahkan warganya memilih salah satu pasangan calon.

Lalu Tobas menanyakan apakah Novela tahu atau mengenali kepala suku di tempat tinggalnya yang mengarahkan dirinya memilih salah satu pasangan calon.

"Tidak tahu, tidak kenal!" tandasnya

Kuasa hukum KPU Ali Nurdin lantas menanyakan, apakah seluruh pelanggaran tersebut dilaporkan atau tidak. "Melapor ke mana? Dorang (orang) saja tidak ada di tempat," cetus Novela.

Situasi tersebut tidak dibiarkan berlarut-larut oleh Ketua MK Hamdan Zoelva yang menjadi ketua majelis hakim. "Sudah, sudah ya. Lanjut ke saksi yang lain," ujarnya mencoba menenangkan.

Sebelumnya, di awal persidangan, saksi tim Prabowo-Hatta di tingkat Provinsi Papua Dadi Waluyo, juga menyampaikan berbagai kejanggalan dan pelanggaran pelaksanaan Pilpres 2014 di Papua. Pelanggaran itu mulai dari tidak adanya pemungutan suara di TPS, perolehan suara nol pasangan Prabowo-Hatta di sejumlah distrik (kecamatan), hingga adanya intervensi dari aparat kepolisian.

Dadi menyebut contoh perolehan suara nol Prabowo-Hatta di dua distrik di Kabupaten Dogiyai, yakni Distrik Mapia Barat dan Distrik Mapia Tengah. Jumlah DPT di Distrik Mapia Barat adalah 6.828 dan DPT di Distrik Mapia Tengah 11.194, seluruhnya diraih oleh pasangan Jokowi-JK. Sedangkan prabowo-Hatta nol suara.

Prabowo-Hatta, menurut Dadi, juga memperoleh suara nol di Distrik Wapoga Kabupaten Nabire. DPT di distrik itu berjumlah 1.123 dan seluruhnya diraih pasangan Jokowi-JK dan pasangan Prabowo-Hatta memperoleh nol suara.

Selain kejanggalan di dua kabupaten itu, Dadi menyatakan, penyelenggaraan Pilpres 2014 di 14 kabupaten/kota di Provinsi Papua tidak dilaksanakan sesuai tahapan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. Tidak ada tahapan di tingkat kampung, tidak ada proses noken yang menjadi kearifan lokal, tidak ada kegiatan di tingkat distrik, tetapi langsung di rekap di tingkat kabupaten.

Menurut Dadi, rekapitulasi di Provinsi Papua tetap dilakukan pada 18-19 Juli 2014 meski ada banyak masalah dan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa daerah belum dilaksanakan.

Di luar sidang, Kuasa Hukum KPU Tobas menjelaskan, sistem noken atau sistem ikat dalam proses pilpres 2014 di Papua telah diizinkan oleh MK.

"Sistem noken itu pada intinya adalah kesepakatan. Sistem noken ini diakui oleh MK dan terjadi di daerah pegunungan tengah Papua. Sistem itu sudah berjalan sejak 2009," terang Tobas.

Menurut dia, masyarakat yang tinggal di pegunungan tengah Papua merupakan masyarakat yang komunal.
"Sehingga proses pemilu di sana tidak mungkin dilakukan secara individu karena bisa merusak tatanan budaya setempat," ujarnya.

Lebih lanjut, kata Tobas, dalam sistem noken tersebut, sikap politik masyarakat di sana dalam proses pemilu diarahkan langsung oleh kepala suku atau berdasarkan proses konsensus yang terjadi di sana. Sehingga, dia meragukan kesaksian dari pasangan Prabowo-Hatta yang menyatakan telah terjadi intimidasi dan pemaksaan untuk memilih salah satu pasangan calon di Papua saat pilpres 9 Juli lalu.
"Kita tidak mendengar adanya ancaman dan intimidasi. Apakah ada laporan atau tidak. Tapi kenyataannya masyarakat di Papua sudah kadung jatuh cinta dengan Jokowi. Jokowi datang dua kali pada masa kampanye. Ini masalah hati," ujarnya.

Sidang sengketa Pilpres kemarin ditutup lebih awal dari sidang sebelumnya, yakni sekitar pukul 18.30 WIB. Dengan demikian, sidang pembuktian tersebut hanya mendengarkan keterangan dari 25 saksi bagi Prabowo-Hatta. Sidang PHPU kembali dilanjutkan hari ini pukul 10.00 WIB dengan agenda yang masih sama, yakni pembuktian dengan menghadirkan saksi dari pihak KPU dan pasangan Jokowi-JK. (dod/kim)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hadapi Persoalan Besar Haruskan Menteri Lepas dari Parpol


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler