jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat kembali melanjutkan persidangan dengan terdakwa Harvey Moeis, Kamis (12/9).
Salah satu saksi yang hadir adalah Staf General Affair PT Refined Bangka Tin (PT RBT) Adam Marcos.
BACA JUGA: Soal Kerugian Negara Rp 300 Triliun di Kasus Korupsi Timah Harus Dikaji Lagi
Kepada majelis hakim, dia mengaku diminta Suparta selaku Direktur Utama PT RBT periode 2018 untuk membantu meningkatan produksi PT Timah.
Hal itu dilakukan dengan membina penambang rakyat dan melakukan pembayaran ke penambang atau kolektor bijih timah tersebut.
BACA JUGA: Saksi Ungkap Fakta Aliran Dana CSR Rp 1,6 M di Kasus Dugaan Korupsi Timah
"Semua pasir (pasir timah) yang dikumpulkan digunakan hanya untuk kepentingan PT Timah," tutur Adam dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Menurutnya, kala itu ada imbauan dari mantan Kapolda Bangka Belitung untuk meningkatkan produksi PT Timah, dan mesti menghubungi pihak PT Timah terkait peningkatan produksi.
BACA JUGA: Dari Kasus Harvey Moeis, Terungkap Kinerja PT Timah Terdongkrak Tambang Rakyat
Akhirnya, dia bertemu dengan pihak PT Timah yang dalam hal ini Kanit Darat, untuk kemudian diajak ke IUP PT Timah dan berkeliling melihat bekas tambang.
Adam pun diminta pihak PT Timah untuk mengumpulkan pasir hasil penambangan rakyat. Namun, masyarakat tidak ingin memberikan lantaran hanya mau pembayaran tunai.
"Namun, PT Timah tidak bisa kasih cash?," jelas dia.
Dia mengungkapkan sebagai upaya membujuk kesediaan masyarakat yang menguasai pasir timah hasil pertambangan dari IUP PT Timah, pihak PT RBT pun menjembatani dengan membayarkan pasir tersebut secara tunai.
"Pasir timah dikirim ke PT Timah untuk memenuhi imbauan dari eks Kapolda Bangka Belitung untuk membantu PT Timah dan PT RBT menalangi kekurangan atau masalah cash PT Timah," ungkapnya.
Dalam perjalanannya, lanjut Adam, pengumpulan pasir timah dari penambang rakyat tersebut sempat terhenti, sebab ada perbedaan kadar timah yang dinilai bisa menimbulkan kerugian.
Dia menyebutkan aktivitas pengumpulan pasir timah itu kemudian dilanjutkan kembali setelah melakukan evaluasi dan dilakukan dengan metode berbeda dengan sebelumnya.
Dari sana, muncul kebijakan agar kerja sama dengan penambang rakyat dilakukan lewat badan hukum berbentuk CV dengan pola kemitraan.
CV itu didirikan oleh masyarakat pemilik lahan yang berada di wilayah IUP PT Timah.
"PT Timah hanya dapat melakukan pembayaran kepada badan hukum seperti CV BKM, sedangkan perseorangan sulit untuk dilakukan karena jumlah yang terlalu banyak," ungkap Adam. (mcr8/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penyidik Kejagung Dinilai Lakukan Abuse of Power dalam Kasus Korupsi Tata Niaga Timah
Redaktur : Elfany Kurniawan
Reporter : Kenny Kurnia Putra