Salah Kaprah! Pencegahan Terorisme Baru Ada di Tingkat Elite

Sabtu, 19 Maret 2016 – 10:48 WIB
Peneliti terorisme dan intelijen Wawan Purwanto. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Peneliti terorisme dan intelijen Wawan Purwanto menilai program pencegahan terorisme hingga saat ini hanya menjadi tugas pemerintah dan aparat, meskipun seluruh lapisan bangsa sepakat tentang bahaya yang ditimbulkan.

Dalam seminar “Radikalisme dan Terorisme” yang digelar Universitas Darma Persada Jakarta, awal pekan ini, Wawan menilai persoalan radikalisme dan terorisme masih di tingkat elite. Itu disebabkan karena perhatian pemerintah dalam mendukung program deradikalisasi belum maksimal ditambah pemahaman masyarakat yang keliru.

BACA JUGA: Wali Kota Cantik Ini Minta Dibuatkan UU Perlindungan Umat Beragama

Seminar sehari tersebut juga dihadiri Komisaris Besar (Kombes) Hamli dari Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri, Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany dan ustaz Abdurrahman Ayyub, mantan kombatan perang Afghanistan generasi pertama.

“Belum maksimalnya sosialisasi kelembagaan dan sosialisasi program radikalisme dan terorisme ke ke dalam diri aparat Pemerintah sendiri menyebabkan program-program radikalisme dan terorisme tidak berjalan, bahkan cenderung hanya di tingkat elite,” tuturnya.

BACA JUGA: Kritis, Netizien Jogja Dipuji Ketua MPR

Dia mencontohkan beberapa fakta antara lain belum berjalannya institusi pusat deradikalisasi yang berada di Sentul, Jawa Barat dan belum adanya kerjasama antarkementerian dan lembaga negara yang maksimal.

“Kerjasama yang ada saat ini baru sekadar kerjasama, belum sampai tingkat koordinasi antarlembaga. Selain itu harus diakui sumber daya manusia belum mencukupi dalam menjalankan program deradikalisasi,” paparnya.

BACA JUGA: Pemerintah Belum Masukkan Aturan Transportasi Online

Akibatnya, lanjut Wawan, banyak pihak yang menyangka bahwa deradikalisasi merupakan program pesanan dari Barat dan ada kesan masyarakat yang menuding bahwa deradikalisasi adalah deIslamisasi, adu domba atau upaya pendangkalan akidah.

Persepsi negatif masyarakat tersebut muncul akibat adanya salah kaprah terhadap upaya deradikalisasi dan ketidakpahaman sebagian masyarakat tentang program yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah, namun mereka simpulkan sendiri.

Selain itu, menurut Wawan hal terpenting yang selama ini kerap dikesampingkan adalah pelibatan kelompok moderat belum sesuai harapan. Sehingga upaya Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) untuk mengundang 70 negara Muslim sedunia di Jakarta pada Mei mendatang perlu didukung sebab ini menjadi salah satu upaya kontra radikal.

Senada dengan Wawan, Kombes Hamli dari Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri menegaskan seharusnya keterlibatan semua pihak mulai dari jajaran pemerintah, kementerian dan lembaga hingga jajaran swasta tidak terkecuali harus mendukung upaya yang direncanakan dan akan diwujudkan dalam menanggulangi terorisme.

Sampai saat ini pemahaman masyarakat terhadap penanggulangan terorisme masih minim, tidak sedikit pihak yang masih beranggapan bahwa radikalisme dan terorisme hanya musuh TNI dan POLRI.

Sebagian besar, lanjutnya, masyarakat seolah lepas tangan dan bersikap skeptis menyikapi bahaya yang ditimbulkan gerakan radikal dan aksi terorisme. Masyarakat baru bersuara ketika terjadi aksi terorisme ataupun penindakan oleh aparat.  

“Padahal aparat keamanan, dalam hal penindakan adalah upaya terakhir dari Polri setelah upaya pencegahan dan pembinaan tidak berhasil. Patut disadari jumlah polisi masih belum sebanding dengan jumlah masyarakat," ujarnya. (adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Buka Pintu Lebar-Lebar, Gorontalo Fokus di Pariwisata


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler