jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah bergerak cepat dalam menangani 74 WNI yang dinyatakan tidak terinfeksi virus corona di kapal pesiar Diamond Princess.
Sebelumnya, pemerintah telah berencana memulangkan 74 WNI tersebut. Setelah dipulangkan, mereka bakal menjalani observasi sesuai ketentuan Badan Kesehatan Dunia atau WHO. Namun belakangan mereka kecewa dengan rencana pemulangan lewat jalur laut.
BACA JUGA: Virus Corona Masih Perkasa Menekan Pergerakan Rupiah
Untuk itu, Saleh meminta pemerintah melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengevakuasi WNI yang berada di kapal pesiar Diamond Princess. Pasalnya, dari puluhan orang WNI yang ada di sana, ada 4 orang yang telah positif dinyatakan terinfeksi virus Corona.
Belum lagi warga negara lain yang juga banyak ditemukan telah terinfeksi. Ini tentu akan semakin menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran bagi WNI dan kru kapal pesiar yang masih ada di sana.
BACA JUGA: Empat WNI Positif Corona di Kapal Pesiar Harus Dipastikan Haknya Terpenuhi
“WNI dan kru kapal pesiar tersebut tentulah khawatir. Situasi yang berada di tengah laut tentu akan berbeda dengan di darat," ucap Saleh menjawab jpnn.com, Jumat (21/2).
Apalagi, kata politikus PAN ini, negara-negara lain sudah mengevakuasi warganya dari kapal pesiar tersebut.
BACA JUGA: Kumpulkan 10 Menlu di Laos, Tiongkok Dikte Respons ASEAN terhadap Virus Corona
"Jangan sampai, WNI yang ada di sana merasa ditinggalkan dan dilupakan. Sama dengan yang lain, mereka diyakini akan lebih senang jika bisa segera dievakuasi," ucap kata legislator asal Sumatra Utara ini.
Saleh juga menyampaikan, pemerintah semestinya sudah melakukan upaya penjemputan. Bagaimana cara yang paling efektif menjemputnya, dia meyakini pemerintah lebih tahu prosedurnya. Termasuk mekanisme dan pengamanan selama melakukan evakuasi.
“Yang penting, pemerintah segera bergerak. Semoga, WNI yang terpapar virus tidak lagi bertambah. Semua diharapkan dapat kembali dengan selamat," ujarnya. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam