jpnn.com, JAKARTA - Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay menilai sikap PP Muhammadiyah merespons kebijakan pemerintah memberikan wilayah izn usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan, bukan bentuk penolakan, tetapi kehati-hatian.
Dia mengatakan itu merespons pernyataan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti yang mengatakan organisasinya tidak akan tergesa-gesa menanggapi tawaran konsesi tambang dari pemerintah.
BACA JUGA: Pesan Muhammadiyah soal Pengelolaan Tambang: Harus Berkesinambungan
Saleh pun berharap semua pihak menghormati prinsip kehati-hatian Muhammadiyah terkait izin konsesi tambang tersebut.
Menurut dia, prinsip kehati-hatian itu adalah karakter original Muhammadiyah dalam mengelola amal usaha. Dengan begitu, seluruh amal usaha yang dikelola diharapkan dapat bermanfaat seluas-luasnya bagi masyarakat dan persyarikatan.
BACA JUGA: PMKRI Yogyakarta Kritik Rezim Jokowi yang Bagi-Bagi Izin Tambang kepada Ormas Keagamaan
"Kalaupun hati-hati, itu bukan berarti menolak. Bisa jadi, Muhammadiyah masih mempelajari. Melihat dan mengukur maslahatnya bagi persyarikatan dan umat. Kalau kemaslahatannya besar, saya yakin Muhammadiyah pasti akan menerima izin konsesi tersebut," kata Saleh melalui keterangan tertulis, Rabu (12/6).
Seiring dengan itu, dia berharap pemerintah dapat menjelaskan lebih khusus soal PP No. 25/2024 yang mengatur tentang konsesi tambang bagi ormas keagamaan tersebut.
BACA JUGA: Soroti Tewasnya Bos Rental Mobil di Pati, Sahroni: Tangkap Semua yang Terlibat
Paling tidak, kata Saleh, pemerintah secara proaktif membuka pintu dialog dan diskusi dengan ormas yang dinilai berhak. Semua dapat dipaparkan secara terbuka, transparan, dan independen dari kepentingan apa pun.
"Kalau saya ditanya, sebagai kader Muhammadiyah, saya berharap izin konsesi itu diambil dulu oleh Muhammadiyah. Kalau dinilai perlu aturan khusus, silahkan didiskusikan dengan pemerintah. Yang penting, ambil dan tangkap dulu inisiatif baik pemerintah ini," kata mantan ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah itu.
Kalaupun izin tambang itu diambil, lanjutnya, bukan berarti menutup dan membatasi nilai-nilai kritis Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Justru sebaliknya, Saleh mengatakan bahwa Muhammadiyah harus tetap kritis dan lebih kritis lagi. Terlebih lagi, persoalan tambang selama ini hanya dinikmati oleh sekelompok kecil orang di Indonesia.
Bila Muhammadiyah ambil bagian, Saleh menilai itu bisa dimaknai sebagai keterlibatan aktif dalam menjalankan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”.
Saleh Daulay mengatakan selama ini Muhammadiyah terbukti sudah banyak berbuat untuk masyarakat melalui jalur pendidikan, kesehatan, ekonomi mikro, penanggulangan bencana, pemberdayaan sosial, dan lain-lain.
Jika didukung dengan dana dari hasil konsesi tambang, katanya, maka dakwah Muhammadiyah akan makin luas dan semakin terasa di tengah-tengah masyarakat.
"Muhammadiyah organisasi modern yang dapat dipercaya. Jika diamanahkan, maka akan dikelola secara profesional. Hasilnya pasti bukan untuk perorangan. Semuanya menjadi milik persyarikatan dan akan dimanfaatkan seluas-luasnya bagi kepentingan masyarakat," ujar Anggota DPR RI dari Dapil II Sumut itu.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam