jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay menyatakan dirinya tidak ingin Presiden Joko Widodo (Jokowi) malu lagi ketika Mahkamah Agung (MA) kembali membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Hal ini disampaikan Saleh ketika rapat rapat kerja komisi bidang kesehatan itu dengan Menko PMK Muhadjir Effendy, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, hingga Dirut BPJS Kesehatan Fahri Idris di Jakarta, Kamis (11/6).
BACA JUGA: Pelaku Penyiram Air Keras Dituntut 1 Tahun Penjara, Novel Baswedan Sindir Jokowi
Forum itu beragendakan penjelasan mengenai implikasi Peraturan Presiden (Perpres) No 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua tentang Peraturan Presiden No 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan terhadap Kelangsungan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mengatur kenaikan iuran BPJS.
Nah, Saleh menyatakan bahwa terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan, pemerintah telah mengabaikan keputusan Mahkamah Agung (MA) dan Dewan Pimpinan Rakyat, dengan kembali menaikkan iuran tersebut.
BACA JUGA: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Masyarakat Makin Tidak Percaya Pemerintah
Pasalnya, penaikan iuran dilakukan tanpa restu dari Komisi IX DPR, dan kenaikan sebelumnya telah dibatalkan MA. Alih-alih menjalanakn putusan MA, Presiden Jokowi justru menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020.
"Perpres ini kembali menaikkan iuran dan sekarang kembali digugat lagi ke Mahkamah Agung. Jika kalah, apa yang akan dilakukan pemerintah?" kata Saleh mempertanyakan kebijakan tersebut kepada perwakilan pemerintah yang hadir.
BACA JUGA: KSPI: Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Membebani Rakyat
Legislator Partai Amanat Nasional (PAN) ini bahkan merasa kasihan dengan Presiden ketujuh RI tersebut jika nantinya MA kembali membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang terbaru.
"Mohon maaf, kasihan saya sama Presiden Jokowi. Saya tidak mau Presiden Jokowi malu lagi, partai saya di luar pemerintah, tetapi saya tidak mau presiden kita malu lagi," tegas politikus asal Sumatera Utara itu.
Selain itu, Saleh juga menduga kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS dilakukan tanpa mengkoordinasikannya dengan pemerintah daerah. Kondisi ini menurutnya membuat APBD semakin terbebani karena daerah harus menanggung iuran peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran).
"Jangan-jangan ini dinaikkan tanpa bicara ke pemda? Kenapa ini penting dibicarakan? Karena mereka menanggung peserta PBI, kepala daerah mengeluh APBD, karena ini akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat," tandas Saleh.
Diketahui, Presiden Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang mulai berlaku pada 1 Juli 2020. Keputusan itu tertuang dalam Perpres 64/2020.
Dalam Pasal 34 disebutkan bahwa besaran iuran untuk peserta pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja (PBPU dan BP) kelas I sebesar Rp150 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta atau pihak lain atas nama peserta.
Sementara, iuran kelas II sebesar Rp100 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta BP atau pihak lain atas nama peserta.
Kemudian, iuran kelas III tetap pada Rp25.500 per orang per bulan dibayar peserta PBPU dan BP atau pihak lain atas nama peserta.
Namun, iuran itu akan naik pada 2021 menjadi Rp35 ribu yang di dalamnya akan disubsidi pemerintah sebesar Rp7 ribu.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam