Saling Bergenggaman Tangan, Romi Herton dan Istri Dengarkan 2 Dakwaan

Didakwa Menyuap dan Memberi Keterangan Palsu

Kamis, 20 November 2014 – 15:03 WIB
Romi Herton dan istri. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Walikota Palembang Romi Herton dan istrinya Masyito didakwa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim terkait perkara permohonanan keberatan hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Palembang tahun 2013-2018 di Mahkamah Konstitusi.

"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan sejumlah uang kurang lebih Rp 14.145.000.000 dan USD 316,700 kepada hakim yaitu M. Akil Mochtar," kata Jaksa Penuntut Umum pada KPK Ely Kusumastuti saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (20/11).

BACA JUGA: 70 Perusahaan BUMN belum Terdaftar BPJS Ketenagakerjaan

Jaksa Ely menyatakan uang kepada Akil diberikan melalui Muhtar Ependy. Akil merupakan Hakim Konstitusi dan Ketua Panel Hakim Konstitusi perkara permohonan keberatan hasil Pilkada Kota Palembang.

"Pemberian uang tersebut dimaksudkan untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil Pilkada Kota Palembang yang diajukan oleh terdakwa Romi Herton dan pasangannya Harno Joyo," ujar Jaksa Ely.

BACA JUGA: Desmond: Pimpinan TNI-Polri Sudah Gagal

Ely menyatakan Romi berharap Akil bersama anggota yang menangani perkara itu yakni Maria Farida Indrati dan Anwar Usman mengeluarkan putusan membatalkan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Palembang di tingkat kota oleh KPU Kota Palembang.

Berdasarkan hasil perhitungan Perolehan Suara Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Palembang Tahun 2013, pasangan Romi dan Harno memperoleh suara 316.915. Sedangkan, Sarimuda dan Nelly Rasdani memperoleh suara 316.923. Mularis Djahri dan Husni Thamrin memperoleh suara 97.810.

BACA JUGA: Prasetyo Diprotes Jadi Jaksa Agung, Ini Jawaban Menkopolhukam

Atas hasil perhitungan itu, Romi dan Herno mengajukan permohonan keberatan hasil Pilkada Walikota dan Wakil Walikota Palembang ke MK RI pada 16 April 2013. Supaya permohonan keberatannya dikabulkan, Romi meminta tolong Muhtar.

Jaksa Ely menyatakan Muhtar kemudian menyampaikan permintaan Romi kepada Akil. Permintaan tersebut disetujui Akil dan meminta kepada Muhtar agar menyampaikan kepada Romi untuk menyiapkan sejumlah uang. "Disanggupi oleh terdakwa Romi," ujarnya.

Pada tanggal 13 Mei 2013, Romi melalui Masyito menyerahkan uang sebesar Rp 11.395.000.000 dan USD 316,700 kepada Akil melalui Muhtar di BPD Kalbar cabang Jakarta yang terdapat di Jl. Arteri Mangga Dua Jakarta Pusat. Sebelum diserahkan kepada Akil, uang itu dititipkan Muhtar kepada Wakil Pimpinan BPD Kalbar cabang Jakarta, Iwan Sutaryadi.

Setelah penyerahan uang kepada Akil melalui Muhtar, pada tanggal 14 Mei 2013 pukul 11.39, Masyito menyerahkan penanganan permasalahan keberatan Pilkada Kota Palembang kepada Muhtar.

Jaksa Ely menyatakan pada tanggal 18 Mei 2013 sekitar pukul 22.00 WIB, bertempat di Komplek Liga Mas Jl Pancoran Indah III Jakarta Selatan, Muhtar menyerahkan uang sejumlah USD 316,700 kepada Akil. Pada 20 Mei 2013, Muhtar menyuruh Iwan mentransfer uang sebesar Rp 3.866.092.800 kepada Akil pada rekening giro atas nama CV Ratu Samagat di BNI Cabang Pontianak nomor 3812081001.

Sedangkan, sisa uang pemberian Romi dan Masyito sebesar kurang lebih Rp 7.528.907.800 disetorkan secara bertahap ke rekening atas nama Muhtar pada BPD Kalbar cabang Jakarta nomor rekening 0525 88 9998.

Pada tanggal 20 Mei 2013, Majelis Hakim MK RI yang diketuai Akil memutuskan perkara permohonan keberatan Pilkada Kota Palembang sesuai permohonan yang diajukan oleh Romi dan Harno. Setelah putusan dibacakan, Romi dan Masyito menyerahkan uang lagi kepada Akil melalui Muhtar yang diserahkan secara bertahap.

"Dengan cara ditransfer ke rekening PT Promic Internasional pada Bank Panin KCP Pondok Gede dengan nomor rekening 0565 000 849 pada tanggal 28 Mei 2013 sebesar Rp 500.000.000," sambung Jaksa Elly.

Selain itu, juga ditransfer ke rekening Lia Tri Tirtasari sebanyak tiga kali pentransferan yaitu tanggal 30 Mei 2013 sebesar Rp 1.000.000.000, tanggal 25 Juni 2013 Rp 250.000.000, dan tanggal 3 Juli 2013 sebesar Rp 250.000.000. Kemudian tranfer ke rekening Muhtar sebanyak dua kali pada tanggal 25 Juni 2013 sebesar Rp 500.000.000 dan 3 Juli 2013 sebesar Rp 250.000.000. "Sehingga jumlah keseluruhannya kurang lebih sebesar Rp 2.750.000.000," ujarnya.

Atas perbuatan itu, Romi dan Masyito diancam pidana dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Keduanya juga diancam pidana dalam Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan, dalam dakwaan kedua, Romi dan Masyito didakwa memberi keterangan tidak benar pada saat bersaksi dalam persidangan terdakwa Akil di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Penuntut umum memanggil keduanya untuk menghadiri sidang pada Kamis, 27 Maret 2014.

Sebelum Romi dan Masyito memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan, mereka diminta oleh Muhtar untuk memberikan keterangan bahwa tidak mengenal Muhtar. Selain itu, Masyito tidak pernah datang dan tidak pernah menyerahkan sejumlah uang kepada Muhtar di BPD Kalbar pada bulan Mei 2013 terkait pengurusan sengketa Pilkada Kota Palembang.

Atas permintaan itu, Romi dan Masyito sepakat akan memberikan keterangan yang tidak benar sesuai permintaan dan arahan Muhtar pada saat pemeriksaan sebagai saksi di persidangan terdakwa Akil.

Di depan persidangan, Romi dan Masyito menjelaskan tidak pernah mengenal dan berkomunikasi dengan Muhtar. Hal itu bertentangan dengan keterangan saksi-saksi lain yang pernah datang ke kantor BPD Kalbar cabang Jakarta serta alat bukti surat berupa laporan hasil pemeriksaan computer forensic terhadap barang bukti elektronik.

Atas perbuatan itu, Romi dan Masyito diancam pidana dalam Pasal 22 jo Pasal 35 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka juga diancam pidana Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Romi dan Masyito duduk berdampingan pada saat mendengarkan dakwaan. Bahkan, mereka juga terlihat saling menggenggam tangan. (gil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi-JK Harus Lebih Garang Basmi Mafia Migas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler