jpnn.com - Dimana ada kemauan, di situ ada jalan. Keyakinan hidup itulah yang dipegang teguh oleh Wawan Sugianto. Kesulitan hidup di masa kecil memacunya untuk mengubah nasib. Dari buruh cuci piring di hotel kini dia menjelma menjadi pemilik banyak restoran dengan aset miliaran. Apa rahasianya?
BACA JUGA: Demi Sekolah Rossa, si Ibu Rela jadi Tukang Ojek
Panji Dwi Anggara, Surabaya
BACA JUGA: Hari Ibu, Kisah Heroik Bidan Desa di Daerah Terpencil
Jam makan siang baru usai. Keriuhan tamu di salah satu cabang terbaru restorannya sudah berkurang. Namun kesibukan Wawan di dapur seolah tak henti. Tangan terampilnya berulang kali menari menggunakan sutil di atas wajan. Sesekali instruksi untuk anak buah keluar dari mulutnya.
”Cabai dan tomatnya kurang itu,” serunya. ”Ingat ya, om sudah katakan berkali-kali. Masak itu dengan hati, sehingga hasilnya bisa enak. Percaya pelanggan kita bisa membedakan, mana yang masak asal-asalan dengan yang penuh cinta,” katanya semangat.
BACA JUGA: Kisah Perjuangan Ngadiyem, Punya 12 Anak, Semua Sukses jadi Pengusaha
Ya, di depan anak buahnya pemilik nama lengkap Wawan Sugianto itu memang memanggil dirinya om. ”Biar lebih akrab. Saya nggak mau terlalu formal. Karena dulu saya pernah ada di posisi mereka. Jadi memang lebih enak menganggap karyawan itu keluarga,” jelas dia.
Bagi yang sering plesir atau tinggal di Surabaya, nama pria plontos yang lahir di Bojonegoro itu memang cukup familiar. Sebab ada satu restoran soto terkenal yang menggunakan namanya sebagai brand. Ya, Wawan memang pemilik Soto Madura Wawan yang kini memiliki lebih dari 10 cabang. Tak hanya itu saja, dia juga bos dari restoran Tosoto yang banyak menghiasi mal-mal, baik di Kota Pahlawan maupun kota-kota besar lainnya.
Terbaru, Wawan juga mencoba peruntungannya di bisnis restoran bebek goreng. Hasilnya? Luar biasa laris. Dalam waktu tiga tahun, restoran bebek dan ayam goreng yang dinamakannya sesuai nama anak pertamanya, yakni Harissa mampu membuka cabang di 10 tempat. Aset yang dia miliki pun kini bukan lagi di angka ratusan juta, melainkan miliaran rupiah.
Di akhir tahun ini, ayah tiga anak itu baru saja meresmikan tiga restoran Harissa terbarunya. Pertama di JX International yang berada di jalan Ahmad Yani Surabaya, Bandara Juanda Terminal 1 Surabaya, dan di kawasan Walikota Mustajab.
Untuk pemilihan lokasi usaha, Wawan memang tak main-main. Dia bersedia investasi besar asal tempat yang dia inginkan memang cocok. Contohnya ketika dia memutuskan membuka cabang di kawasan elit CitraLand Surabaya. Meski harga sewa tempat mencapai miliaran untuk masa 5 tahun, dia tetap yakin menyewa. Dan, feeling-nya terbukti. Restoran itu laris manis saat ini.
Ada satu rahasia dari Wawan saat memilih tempat. ”Saya akan berdiam diri terlebih dahulu dari pagi sampai dinihari di mobil yang diparkir di seberang tempat yang akan saya sewa. Tujuannya saya ingin mengetahui seberapa banyak orang yang seliweran di sana. Cepat nggak mereka memacu kendaraannya. Itu sangat menentukan sekali,” bebernya.
Khusus untuk restoran bebek dan ayam gorengnya, Wawan menargetkan tahun depan mampu membuka 30 cabang sekaligus. Dan, hingga kini persiapan terus dilakukan. Tak hanya Surabaya, brand Harissa akan dibawanya keliling Indonesia. Mulai dari Palembang, Jakarta, Kolaka, Bandung, Semarang, hingga Kendari.
Keyakinannya membuka cabang di luar Jawa tak lepas banyaknya pujian dan permintaan dari para tamu yang berkunjung ke Surabaya. ”Hampir semua pelanggan dari luar pulau yang mampir ke restoran saya, beli bungkus untuk oleh-oleh. Mereka selalu minta kalau bisa buka cabang di kotanya,” kata suami dari Siti Karimah itu semringah.
Tawaran itu rupanya diseriusi oleh Wawan. Berbekal insting bisnis dan semangat 45, Wawan mulai berkeliling Indonesia untuk melihat calon pasar potensialnya secara langsung. Dari beberapa daerah yang dikunjungi, yang paling menjanjikan dia catat dalam list, untuk kemudian dilanjutkan oleh tim pengembangan usahanya.
Agar sukses di kota orang, Wawan sedikit berbagi tip. Menurutnya harus bisa memadukan dengan unsur daerah asal. Misalnya di Palembang banyak disajikan makanan berbahan dasar ikan, maka pada menunya nanti juga akan disajikan makanan berbahan ikan. Hal itu yang sudah diterapkannya pada brand-brand restorannya yang lain.
Kesuksesan yang diraih oleh Wawan saat ini memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Semua dilaluinya dengan kerja keras dan yakin bahwa suatu saat nanti akan menjadi orang sukses. Mimpi itu yang terus digenggamnya.
Wawan muda dulu hanyalah seorang remaja yang bandel. Bahkan saking bandelnya, dia berkali-kali tidak naik kelas saat SD. Di kala teman seangkatannya yang lain sudah ada yang menginjak bangku SMA, dia merasa malu dan kemudian memutuskan protol dari bangku sekolah.
Berbekal kenekatan dan keberanian dia merantau ke Surabaya. Saat itu yang ada dalam pikirannya adalah bekerja untuk menyambung hidup. Apapun itu pekerjaannya! Dia berjanji pada kedua orang tua untuk mengentaskan mereka dari kemiskinan. Membayar kegagalannya di sekolah dengan kesuksesan menjadi seorang pengusaha.
Tak butuh waktu lama, perkenalannya dengan seseorang di Surabaya mengantarkannya menjadi seorang buruh cuci piring di sebuah hotel berbintang di Surabaya. Setiap hari ratusan piring kotor bekas tamu hotel harus dia bersihkan. Tak jarang dia harus berdiri berjam-jam karena banyaknya piring yang dia cuci.
”Paling banyak itu saat jam sarapan dan makan malam. Nyucinya harus hati-hati. Sebab kalau pecah bisa disuruh ganti. Padahal harga piringnya itu mahal-mahal. 10 piring mungkin sama dengan gaji saya sebulan,” kata pria humoris itu berkelakar.
Di sela-sela kewajibannya mencuci piring, Wawan ternyata memiliki bakat lain. Dia suka sekali masak. Saat kerjaannya tak terlalu banyak, Wawan kerap mencuri pandang ke arah chef yang sedang meracik masakan.
Bahkan, dengan tak ragu dia berkali-kali bertanya pada chef caranya memasak enak. Awalnya hanya cacian yang didapat Wawan. Tapi melihat kesungguhannya, chef tadi mulai mengajarkan sedikit demi sedikit rahasia memasak.
Dari situ ilmu memasak Wawan mulai terasah. Sampai akhirnya dia dipercaya oleh hotel lainnya untuk menjadi asisten chef. ”Alhamdulillah mulai banyak yang suka makanan saya,” ujarnya bersyukur.
Peluang menjadi pengusaha kuliner, baru terbuka ketika suatu saat di tahun 1986 dia diajak bekerjasama oleh salah seorang rekannya untuk membuka warung soto. Dua bulan bergabung hasilnya masih kurang memuaskan. Akhirnya, dengan keberanian Wawan mengolah ulang resep masakannya. Hasilnya, pelanggannya mulai bertambah.
Karena semakin ramai, Wawan memutuskan resign sebagai asisten chef dan fokus mengembangkan warung tersebut. ”Karena saat itu pendapatan dari jualan soto 20 kali lebih besar dari gaji saya. Yo wes, mundur,” ujarnya terkekeh.
Kini, pilihan itu tidak salah. Warung soto telah menjelma menjadi restoran yang memiliki lebih dari 10 cabang. Pun begitu dengan brand soto lainnya, Tosoto serta brand bebek goreng Harissa. Pendapatannya pun kini sudah bukan 20 kali lipat, melainkan ratusan bahkan ribuan kali dari gaji yang dia terima dulu.
”Tapi yang paling saya syukuri dengan keberhasilan usaha ini adalah bisa menggandeng banyak orang lain untuk bekerja bersama,” pungkas pria yang kini memiliki lebih dari 350 karyawan itu. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... REKOR! Inilah Duo Cantik Pertama yang Menang Pilkada
Redaktur : Tim Redaksi