Sambut Hari Santri 22 Oktober, Gus Jazil Ajak Masyarakat Menguatkan Nilai-Nilai Persatuan

Minggu, 18 Oktober 2020 – 19:58 WIB
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid. Foto: Ist for jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid berharap pada peringatan Hari Santri 22 Oktober 2020 ini, bangsa Indonesia semakin memperkuat nilai-nilai persatuan dan kesatuan.

“Di tengah berbagai perbedaan, mari kukuhkan nilai-nilai tersebut,” ujarnya, Jakarta (17/10/2020).

BACA JUGA: Catatan Ketua MPR RI: Lebih Heroik Mengawal Stimulus di Tengah Pandemi dan Resesi

Menurut Gus Jazil -panggilan karib Jazilul Fawaid-, mengukuhkan nilai-nilai persatuan di tengah perbedaan sama dengan melaksanakan Resolusi Jihad, 22 Oktober 1945.

Yaitu, resolusi mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari upaya kembalinya penjajahan bangsa asing, di mana seluruh komponen masyarakat bersatu padu berjuang bersama di medan laga.

Menurutnya, Resolusi Jihad diserukan oleh Rais Akbar NU Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari.

BACA JUGA: Kemenag Rilis Rangkaian Peringatan Hari Santri 2020, Ini Jadwal Lengkapnya

Yaitu, meminta seluruh ummat Islam, laki-laki, perempuan dan anak-anak yang berada di radius 94 km dari Surabaya, wajib turun ke medan laga.

Sedang umat Islam yang berada di luar radius 94 km, hukumnya fardu kifayah.

BACA JUGA: Di Depan Warga NU, Menag Bicara Resolusi Jihad

KH Hasyim Asy’ari dalam Resolusi Jihad menanamkan sikap patriotisme dan mencetuskan sikap dan pandangan bahwa cinta tanah air sebagaian dari iman, ‘hubbul wathan minal iman’.

“Sikap inilah yang membakar semangat rakyat untuk berjuang,” ujar Jazilul Fawaid. “Beragam element ummat Islam dengan mengedepankan persatuan akhirnya mampu mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Gus Jazil lebih lanjut mengatakan, seruan Resolusi Jihad yang mampu menyatukan seluruh kelompok masyarakat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia ketika itu, sangat relevan diimplementasikan oleh bangsa Indonesia saat-saat ini.

Pasalnya, bangsa Indonesia terdiri dari beragam suku, agama, bahasa, dan budaya.

Penduduk yang ada di Indonesia juga tersebar di ribuan pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Talaud hingga Pulau Rote.

“Perbedaan yang demikian sudah diselesaikan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan semangat ke-NKRI-an,” ujar Jazilul Fawaid.

Perbedaan yang dinamis saat ini menurut alumni PMII itu adalah perbedaan sikap politik dan pilihan. Perbedaan sikap politik dan pilihan menurutnya melintasi batas suku, agama, dan bahasa.

“Nah ini yang agak susah,” ujarnya sambil tersenyum.

Dirinya menegaskan meski berbeda sikap politik dan pilihan namun harus tetap mengedepankan nilai-nilai persatuan.

“Di masa menjelang dan saat mempertahankan kemerdekaan Indonesia, di antara masyarakat juga ada yang berbeda sikap politik namun tetap mengedepankan kepentingan bangsa,” tegasnya.

”Menjelang kemerdekaan antara golongan yang disebut tua dan golongan yang disebut muda pun juga tak sama namun mereka tetap satu tujuan Indonesia merdeka,” tambahnya.

Bila masyarakat tetap mengedepankan nilai-nilai persatuan maka perbedaan suku, bahasa, agama, budaya, serta sikap politik dan pilihan tidak akan menjadi ancaman disintegrasi bangsa.

“Bila tetap mengutamakan Indonesia maka tidak akan ada yang mengancam memisahkan diri,” paparnya.

Pria asal Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, itu ingin nilai-nilai persatuan ada dalam hati dan jiwa seluruh rakyat Indonesia.

“Bila ada nilai persatuan maka ada Indonesia dan bila ada Indonesia maka ada nilai persatuan,” tegasnya.

“Moment Hari Santri waktu yang tepat untuk membangkitkan nilai-nilai tersebut,” tambahnya.(ikl/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler