jpnn.com - SURABAYA – Industri rokok berupaya menggandeng ritel modern untuk menangkal pembeli yang belum berusia 18 tahun.
Peritel modern lebih mudah digandeng daripada peritel tradisional yang lebih mengutamakan keuntungan.
BACA JUGA: Kelonggaran Uang Muka Pancing Pembeli Rumah Pertama
General Manager Sales East Java HM Sampoerna (HMSP) Eric Chan Hee Ng menyatakan, larangan terhadap perokok anak di Indonesia baru digulirkan pada 2012.
Padahal, larangan serupa berjalan di Malaysia sejak 20 tahun silam. Karena itu, produsen rokok mendukung kebijakan tersebut.
BACA JUGA: Produsen Baja Ancang-Ancang Ekspansi
’’Perokok anak bukan target pasar industri. Namun, hal itu memang sulit untuk dihilangkan. Diperlukan peran aktif semua kalangan, termasuk pemerintah, peritel, pedagang, orang tua, dan orang dewasa,’’ terang Eric, Jumat (2/12).
Berdasar data Kementerian Kesehatan, prevalensi perokok berusia di bawah 18 tahun meningkat dari 7,2 persen menjadi 8,8 persen pada 2015.
BACA JUGA: Sigra Menggebrak, Pasar Xenia Tetap Perkasa
Kemenkes pun menargetkan angka tersebut dapat turun menjadi 6,4 persen pada tahun ini dan 5,4 persen pada 2019.
Peritel modern yang digandeng HMSP untuk melarang pembelian rokok bagi anak berusia kurang dari 18 tahun mencapai 32.300 toko.
Angka itu naik jika dibandingkan dengan pada 2013 yang hanya menggandeng 4.800 peritel di kawasan Jabodetabek.
’’Edukasi kepada peritel tradisional lebih sulit karena mereka terkadang lebih mementingkan penjualan,’’ katanya.
Total jumlah peritel di Indonesia, baik tradisional maupun modern, mencapai 2 juta toko.
Dari angka tersebut, penjualan rokok terkonsentrasi di ritel tradisional seperti warung-warung kelontong, yakni 92 persen secara nasional. Sisanya baru di ritel modern.
Di Jawa Timur 87 persen penjualan rokok masih terkonsentrasi di ritel tradisional. Hanya 13 persen rokok yang terjual di ritel modern. (vir/c22/noe/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tetapkan Suku Bunga Acuan, BI Tunggu Kabinet Trump
Redaktur : Tim Redaksi