jpnn.com - Sandal jepit bukan sekadar alas kaki. Ia sudah menjadi bagian dari simbol yang identik dengan masyarakat kelas bawah.
Sandal jepit sudah menjadi simbol kelas yang membedakan kalangan bawah dengan kalangan atas.
BACA JUGA: Polisi Larang Warga Pakai Sandal Saat Mengendarai Motor
Rakyat sandal jepit menjadi identitas kelas bawah yang berbeda privilege dengan kalangan atas yang elite.
Beberapa hari terakhir ini viral di media sosial dan ramai berita di media konvensional mengenai polisi yang menilang pengendara motor yang memakai sandal jepit.
BACA JUGA: Irjen Firman: Warga yang Pakai Sandal Jepit Saat Naik Motor Tidak Ditilang, Tetapi
Disebutkan bahwa polisi mencegat pengendara motor dan mengecek kelengkapan surat-suratnya.
Semua beres, tetapi Pak Polisi tetap mengeluarkan surat tilang.
BACA JUGA: Vipo Klasik Jual Berbagai Sandal Impor Berkualitas, Harga Mulai Rp 20 Ribuan
Ternyata si pengendara motor ditilang karena memakai sandal jepit saat bermotor.
Kalau kasus ini dibawa ke pengadilan para hakim harus mencarikan pasal-pasal di undang-undang lalu lintas yang melarang pengendara motor memakai sandal jepit.
Tentu tidak ada pasal yang eksplisit melarang pemakaian sandal jepit bagi pengendara motor.
Polisi menjelaskan bahwa larangan memakai sandal jepit sifatnya hanya imbauan.
Polisi beralasan bahwa sandal jepit tidak bisa melindungi kaki pengendara ketika terjadi kecelakaan.
Oleh karena itu, pengendara motor diimbau untuk mengenakan sepatu yang bisa lebih memberi perlidungan.
Logika ini cukup aneh karena bisa memancing pertanyaan lebih lanjut.
Kalau kaki harus dilindungi dengan sepatu supaya terhindar dari cedera saat terjadi kecelakaan, bagaimana dengan pengendara motor yang memakai celana pendek?
Jangan-jangan nanti polisi akan menilang pengendara motor yang memakai celana pendek karena tidak bisa melindungi dengkul ketika terjadi kecelakaan.
Atau, jangan-jangan nanti polisi mewajibkan pengendara motor mengenakan pelindung dengkul supaya aman.
Sandal jepit adalah identitas yang melambangkan kebebasan.
Dengan bersandal jepit orang merasa lebih santai dan bebas bergerak.
Orang memakai sandal jepit ketika melakukan aktivitas yang bersifat informal, termasuk ketika datang ke masjid.
Tentu repot kalau polisi menilang premotor bersandal jepit yang menuju masjid.
Pemakai sandal jepit dianggap tidak rapi dan bisa mengganggu pemandangan umum.
Di banyak tempat orang bersandal jepit dilarang masuk.
Di pintu masuk gedung pemerintahan dan mal-mal besar sering tertempel gambar sandal yang diberi strip merah yang berarti larangan bagi pemakai sandal jepit ke gedung itu.
Masuk ke gedung bioskop juga tidak boleh memakai sandal jepit, karena di mana-mana masuk gedung bioskop harus memakai tiket.
Akan tetapi, tidak semua orang bersandal jepit dan bercelana pendek adalah orang miskin.
Bob Sadino pengusaha nasional yang kaya raya selalu memakai sandal jepit dan celana pendek ke mana-mana.
Ada juga Dahlan Iskan, pengusaha nasional dan politikus Partai Demokrat yang suka memakai sandal jepit.
Ada yang usil bilang, orang-orang elite bersandal jepit untuk menyembunyikan kekayaannya.
Dengan citra sandal jepit itu, Dahlan Iskan menjadi menteri BUMN di era Susilo Bambang Yudhoyono.
Dahlan kemudian ikut konvensi Partai Demokrat untuk berebut Calon Presiden 2014-2019.
Dahlan memenangkan konvensi, tetapi Partai Demokrat tidak mengajukan calon presiden hasil konvensi dengan alasan tidak memenuhi presidential threshold.
Alasan ini dianggap mengada-ada, karena alasan sesungguhnya adalah hasil konvensi tidak sesuai dengan harapan elite dan owner partai.
Bukan sebuah kebetulan.
Sandal jepit juga menjadi simbol politik yang menggambarkan identitas rakyat kecil.
Sandal jepit juga bisa menjadi simbol perlawanan.
Politikus PDIP Masinton Pasaribu tampil pada sebuah acara dengan mengenakan sandal jepit.
Kata Masinton, PDIP adalah partai wong cilik yang identik dengan sandal jepit.
Dia mengenakan sandal jepit untuk mengidentifikasikan dirinya dengan wong cilik, sekaligus siap turun ke jalan bersama wong cilik.
Kata Masinton, kalau rezim yang berkuasa sekarang memaksa untuk memperpanjang kekuasaan sampai tiga periode, dia siap turun ke jalan bersama rakyat untuk melawannya.
Masinton menyindir Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia, yang satu partai dengannya.
Selama ini, Jokowi menampilkan citra diri sebagai presiden yang sederhana, merakyat, dan peduli terhadap penderitaan rakyat kecil.
Jokowi selalu mencitrakan dirinya sebagai presiden rakyat, presiden sandal jepit.
Akan tetapi, Masinton mengingatkan bahwa kalau sampai Jokowi memaksakan perpanjangan masa jabatan tiga periode, maka hal itu bertentangan dengan amanat penderitaan rakyat, dan karenanya Jokowi akan berhadap-hadapan dengan rakyat.
PDIP, kata Masinton, akan berada di barisan paling depan bersama rakyat untuk menentang perpanjang masa jabatan kepresidenan.
Wacana perpanjangan tiga periode muncul dan tenggelam beberapa kali.
Ketika publik bereaksi keras terhadap wacana ini, Jokowi merespons dengan melarang menteri-menterinya bicara mengenai wacana itu.
Sekarang, ketika suasana mulai agak reda wacana itu muncul atau dimunculkan kembali.
Ketua Projo, Budi Arie Setiadi mengatakan secara terbuka bahwa tiga periode tetap menjadi opsi yang terbuka.
Kalau tidak bisa menambah satu periode, maka bisa ditambah setengah periode saja seperti yang diusulkan oleh bendahara umum Projo.
Tidak bisa menambah satu periode, setengah periode pun boleh, yang penting menambah.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dalam acara ulang tahun ke-50 HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) meneriakkan yel-yel ‘’lanjutkan’’.
Jokowi kelihatan senang dan tertawa-tawa. Dia lupa hanya beberapa hari sebelumnya ia melarang menterinya bicara mengenai wacana tiga periode.
Berbagai skenario dan spekulasi tiga periode bermunculan.
Perombakan kabinet terbaru dianggap sebagai salah satu langkah untuk menghidupkan kembali wacana itu.
Tujuh ketua umum partai politik diundang ke Istana dan makan siang bersama Jokowi.
Setelah itu mereka semua berjalan beriringan menuju tempat acara pelantikan menteri baru.
Hal ini dianggap sebagai sinyal bahwa tujuh partai pendukung pemerintah itu sudah kompak untuk membangun satu koalisi bersama menuju 2024.
Kalau tujuh partai ini sudah berkoalisi maka yang muncul nanti hanya satu calon presiden.
Dua partai yang ditinggalkan adalah Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tidak memenuhi presidential threshold 20 persen.
Jika hanya satu pasang calon yang muncul, maka KPU (Komisi Pemilihan Umum) akan meminta fatwa kepada Mahkamah Konstitusi yang kemudian mengusulkan supaya tahapan pemilu diundur sampai ditemukan satu pasang capres-cawapres lain.
Dengan demikian, masa kepresidenan Jokowi secara otomatis akan diperpanjang.
Namanya juga spekulasi, namanya juga prediksi politik, bisa masuk akal bisa juga absurd.
Spekulasi lain menyebutkan bahwa Nasdem akan membelot dari skenario itu dan membentuk poros tersendiri.
Hari ini (17/6), Nasdem mengadakan rapat kerja nasional untuk memilih bakal calon presiden yang dijagokan pada 2024.
Kabar yang beredar luas nama Anies Baswedan menjadi ‘’hot favorite’’ untuk menjadi calon pilihan Nasdem.
Nasdem bisa menggandeng Partai Demokrat dan PKS untuk menjangkapi syarat 20 persen ambang batas kepresidenan.
Dua partai itu menjadi pariah yang tidak diundang pada acara kenduren politik di Istana.
Hal itu sekaligus menegaskan bahwa dua partai itu menjadi oposisi.
Sekarang tinggal menunggu menunggu manuver Nasdem untuk membentuk poros baru.
Tahun-tahun politik selalu penuh spekulasi.
Publik akan melihat akankah terbentuk koalisi sandal jepit yang pro-rakyat, atau terbentuk koalisi besar yang menjepit rakyat. Kita tunggu. (*)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror