Sandi Menyoroti Defisit Neraca Perdagangan, Jokowi Jawab Begini

Minggu, 14 April 2019 – 07:17 WIB
Pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin saat Debat Kelima Capres-Cawapres Pilpres 2019 di Jakarta, Sabtu (13/1). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Cawapres Sandiaga Uno menyoroti defisit neraca perdagangan 2018. Saat debat kelima Pilpres 2019, Sabtu (13/4), di The Sultan Hotel, Jakarta, Sandi memperlihatkan sebuah artikel terkait pernyataan Jokowi mengomentari defisit neraca perdagangan USD 8 miliar.

Sandi merasa terenyuh karena dalam komentarnya terkait neraca perdagangan Jokowi menyebut "bodoh banget kita". “ Tentunya ini menjadi suatu hal yang membuat kami terenyuh bahwa sekarang defisit neraca perdagangan minus USD 8 miliar. Dengan RRT kita minus USD 18 miliar," kata Sandi dalam debat.

BACA JUGA: Prabowo Sindir Presiden Sebelum Jokowi, Anak Buah SBY Tinggalkan Ruangan, Sakit Perut

BACA JUGA: Mantan Kasal Kritik Prabowo Subianto Karena Sebut TNI Lemah

Pengusaha di berbagai bidang itu menuturkan bahwa pihaknya bangga dengan perkembangan e-commerce, teknologi digital, dan unicorn. Hanya saja, kata Sandi, Indonesia masih dibanjiri produk luar negeri.

BACA JUGA: Program Dewi dan Dedi Maruf Amin untuk Masyarakat Pedesaan

Sandi lantas mempertanyakan apa strategi Jokowi untuk membalikkan defisit neraca perdagangan sehingga bisa seperti pemerintah sebelumnya yang menjadi pengekspor bukan pengimpor.

Jokowi pun menjawab bahwa berdasar data terbaru, defisit neraca perdagangan sudah turun. Menurut Jokowi, pada 2018 memang neraca perdagangan mengalami defisit USD 8 miliar. Namun, tegas Jokowi, kuartal pertama 2019 sudah turun.

BACA JUGA: Milenial NTB Ingin Jokowi Satu Periode Lagi

BACA JUGA: Boni Hargens Sebut AHY Menjadi Juru Kampanye Jokowi - Ma’ruf

Jokowi menegaskan hal itu berarti bahwa upaya untuk menekan defisit neraca perdagangan tidak main-main. "Kuartal tahun ini defisit kita turun USD 0,67 miliar," kata Jokowi.

Menurut Jokowi, saat ini pihaknya tengah mendorong substitusi bahan impor harus diproduksi di Indonesia. Dia menyatakan, industri petrochemical harus dikembangkan di Indonesia, karena impor terbesar ada di situ. Dia menambahkan, kilang minyak dan gas juga akan dibangun untuk menekan impor. "Kuncinya bangun industri dalam negeri," tegasnya.

Sandi menjawab bahwa defisit neraca perdagangan harus diselesaikan dengan mengurangi impor. Sandi justru menilai kebijakan impor pemerintah saat ini justru tidak mengurangi persoalan defisit neraca perdagangan.

Bahkan, kata Sandi, seharusnya ketika membuka keran impor besar, maka harga-harga turun. Namun, ujar dia, yang terjadi harga barang menjadi mahal. Termasuk persoalan energi yang selalu dikeluhkan ibu-ibu di Indonesia. Sandi mengaku selalu bertanya kepada ibu-ibu, apakah harga listrik turun dan sembako murah. Jawabannya, kata Sandi, tarif listrik naik. Harga bahan pokok tidak terjangkau. "Ini tidak terselesaikan dengan kebijakan perdagangan," kata Sandi.

Dia menegaskan untuk mengatasi itu pihakny memiliki big push strategy atau strategi dorongan besar. "Swasembada pangan ini kami dorong proses produksinya, pupuk lancar, bibit dan setop impor saat panen," kata Sandi.

Menurut Sandi, sektor energi sebagai penyumbang terbesar dari defisit neraca perdagangan, akan dituntaskan dengan pemanfaatan biofuel. "Untuk energi, kami bangun biofuel, 10 juta lahan kita bsa dimanfaatkan," katanya.

Dia mengatakan, saat ini masih banyak keluhan warga soal mahalnya tarif listrik. "Ibu Nia di Tegal katanya bayar listrik biasanya Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu sekarang ini sudah sampai Rp 1 juta. Bersama Prabowo - Sandi, turunkan harga listrik, sembako murah tanpa ada kartu," katanya.

Jokowi menegaskan kalau pembangunan biofuel sudah dilakukan. Saat ini, sudah dibangun B20 yang akan dinaikkan menjadi B50 bahkan hingga B100. "Sehingga impor minyak menjadi berkurang," katanya.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Begini Respons AHY Terkait Kabar Demokrat Keluar dari Koalisi Prabowo - Sandi


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler